Diantara problem yang sering dikonsultasikan oleh member yaitu masalah tingginya suhu rumah walet yang mencapai 30 derajat lebih. Problem ini terutama dirasakan di lantai atas. Akibat suhu panas pada rumah walet yang baru on, burung walet tak betah lama beradaptasi. Awalnya burung walet ramai masuk keluar LMB, namun hanya beberapa hari saja dan tidak ada yang mau menginap. Hanya ramai seminggu setelah itu sepi, burung walet tak mau datang lagi. Ditunggu beberapa bulan hanya beberapa ekor yang menginap. Sebagian kotoran di lantai kering tanda walet yang semula menginap kabur lagi.
Pada rumah walet yang sudah berjalan 2 atau 3 tahun, akibat suhu tinggi perkembanganya lambat, bahkan stagnan. Karena anak walet yang sudah terbang ternyata tidak kembali, memilih menginap di tempat lain yang kondisi suhu dan kelembapan yang lebih nyaman. Rumah walet yang suhunya tinggi dan kelembapan rendah akan kalah bersaing.
Dalam artikel ini sengaja saya menggunakan istilah rumah walet bukan gedung walet. Konotasi gedung walet yaitu bangunan permanen, sementara rumah walet yaitu bangunan non permanen dengan tiang kayu, dinding kalsibot/ seng yang dilapis papan, lantai juga dari papan, sementara atapnya menggunakan seng.
Bangunan non permanen ini biaya lebih murah, pengerjaan juga tidak membutuhkan waktu lama. Ukuran rumah walet umumnya juga tidak besar, malah banyak yang ukuran 4 mtr x 6 mtr dengan tinggi 3 atau 4 lantai.
Tidak sedikit orang yang asal membangun rumah walet tanpa memperhatikan faktor suhu dan kelembapan yang menjadi syarat penting dalam budidaya burung walet. Dalam pikiran mereka, yang penting punya rumah walet seperti tetangga sebelah. Biarpun hanya ukuran kecil karena badgetnya rendah yang penting berusaha dan berharap bisa mendapat hasil dari panen liur yang harganya mahal. Targetnya juga tidak tinggi, perbulan bisa panen 0.5 kg sudah Alhamdulillah. Sebagian ada yang menjual kebun sawit, bahkan ada yang memaksakan diri hutang demi punya rumah walet. Rumah walet dengan badget rendah biasanya akan menghadapi problem sulit mengatur suhu.
+ : ” Pak Arief, saya bingung kenapa suhu lantai atas masih tinggi? Padahal ventilasi udara sudah saya tambah. Dinding luar juga sudah saya pasang paranet agar terlindung dari panas matahari. Saya juga sudah menggunakan kipas angin. Kenapa suhu masih tinggi. Keringat saya mengucur jika saya naik ke lantai atas. Mohon pencerahanya pak.”
– : ” Coba telapak tangan ditempelkan pada dinding bagian dalam. Terasa hangat tidak?”
+ : ” Dulu terasa hangat, sejak saya pasang paranet rangkap, dinding sudah tidak hangat lagi.”
– : ” Coba telapak tangan ditempelkan pada plafon atas.”
+ : ” Iya pak, rasanya hangat.”
– : ” Apakah atap rumah walet menggunakan seng?”
+ :” Betul pak.”
– : ” Apakah jarak antara atap dan plafon dekat?”
+ : ” Sekitar 50 cm.”
– : ” Itu jaraknya terlalu dekat, sehingga panas dari atap seng tembus ke plafon dan membuat suhu lantai atas terimbas panas.”
+ : ” Trus apa yang harus saya lakukan?”
– : ” Sebaiknya atap seng ditinggikan lagi. Kemudian pasanglah alumunium foil di bawah seng untuk menahan panas. Sirkulasi udara di bawah atap juga harus lancar agar hawa panasnya terbuang keluar tidak menembus ke plafon.”
+ : ” Oh begitu ya pak. Problemnya ternyata pengaruh panas dari atap seng yang turun ke lantai atas. Baik pak saya sudah paham dan akan saya benahi. Atas solusinya saya sampaikan terimakasih pak.”
– : ” Baik, sama-sama. Usahakan suhu lantai atas jangan lebih 29 ” celsius. Salam sukses.”