Burung walet sore itu tampak menyejukkan badan dengan mencelupkan tubuhnya di permukaan air sungai Banjirkanal Barat. Bercampur dengan koloni walet gigas yang banyak bersarang di bawah jembatan, saban sore burung walet mencari kelembapan di tengah udara Semarang yang panas. Saat matahari mulai tenggelam, koloni burung walet pulang berpencar ke rumahnya.
Budidaya burung walet di dalam kota Semarang sudah lama dilakukan. Tahun 1980 beberapa ruko dialihfungsikan. Antara lain di jalan Layur, di Kota Lama, Siliwangi, Gang Buntu, juga Tanah Mas.
Walet dalam kota Semarang mencari makan di areal hutan bakau dan tambak tepi pantai, juga di hutan Semarang Selatan.
Perkembangan populasi burung walet di Kota Semarang semakin tahun semakin berkurang. Produksi sarang semakin menyusut. Apakah itu karena faktor berdirinya pabrik-pabrik sehingga menimbulkan polusi dan udara panas?
Atau karena
telah terjadi migrasi walet ke daerah perbukitan seperti Boja, Gunungpati hingga Ungaran yang lebih sejuk dan banyak makanan? Kemungkinan hal itu ada benarnya. Sebab naluri burung walet lebih memilih menghuni rumah atau gedung yang dekat dengan sumber pakan. Kemungkinan yang lain yaitu gedung walet tidak dikelola secara serius atau tidak sempat dirawat. Wal hasil gedung walet jarang dikontrol sehingga tidak ketahuan ada predator burung hantu masuk bahkan beranak pinak. Hama kecoak dan tikus juga membuat burung walet tidak betah menghuni di dalamnya.
Selain faktor di atas, penyebab walet migrasi yaitu burung walet diusir pindah.
Kenapa diusir? Karena gedung dipugar untuk usaha perdagangan, cafe, gudang atau usaha lain.
Sekitar tahun 2006 saya membantu teman untuk mengupayakan agar burung walet masuk bersarang di rumahnya. Teman ini memanfaatkan rumah kuno arsitektur China. Sebenarnya saya sudah memberi penjelasan kalau prospek walet dalam kota sudah menurun. Namun ia lakukan selain daripada rumah dibiarkan kosong, mending bisa dapat income dari sarang walet, karena persis bersebelahan dengan rumah walet milik tetangga yang sudah panen.
Jam 11 siang saya sampai lokasi. Sebuah rumah kuno berdinding tebal, dengan pintu lebar dan daun pintu dari kayu jati tebal. Plafon yang tinggi membuat suhu dan kelembapan disukai burung walet.
Masuk ke dalam rumah tua itu membuat bulu kuduk setengah merinding. Rumah ini digunakan sebagai gudang. Banyak tumpukan kayu jati kuno, serta perabot lainya. Bahkan di ruang tengah saya lihat peti mati (terbelo) ukuran besar. Kata teman ini dipersiapkan untuk papah. Rumah itu jadi terkesan angker. Tempat yang pas untuk uji nyali malam hari.
Teman membawa saya berjalan ke ruang belakang. Kemudian naik tangga ke lantai 2.
Beliau menunjukkan ruangan walet yang sudah disiapkan
Saya lihat papan sirip sudah terpasang, termasuk sarang palsu dan twiter komplit dengan ampli. Baskom air di taruh di sudut ruang untuk membantu terciptanya kelembapan.
Saya lihat LMB ukuran sempit dan tata ruang di atur ala kadarnya.
Dengan tangga kayu saya melongok rumah walet tetangga lewat lubang LMB.
Setelah diperbaiki, enam bulan berjalan kotoran walet mulai tampak, tanda walet sudah menginap. Bahkan beberapa sudut papan sirip ada polesan. Namun dalam perkembanganya, predator tikus telah memangsa puluhan burung walet. Walet yang selamat menjadi trauma tak berani pulang. Akhirnya teman putus asa dan membiarkannya tidak diurus lagi. Beliau lebih fokus merawat gedung walet di Ambarawa yang perkembanganya lebih produktif karena banyak terdapat lokasi pakan.
Teman saya ini sehari-hari berdagang kedelai impor. Beliau penganut kristiani yang taat. Pernah trip bareng ke luar kota dan menginap di sebuah hotel. Jam 5 pagi saya shalat subuh, beliau juga sudah bangun. Saya lihat sedang membaca alkitab.