Modernisasi akan menimbulkan dampak bagi kehidupan manusia dan lingkungan hidup. Perubahan tata ruang di sebuah daerah pasti berbuntut perubahan habitat kehidupan di wilayah itu. Tidak terkecuali habitat burung walet. Perubahan tata ruang pada suatu daerah, akan berpengaruh pada keberadaan populasi burung berliur mahal di daerah tersebut.
Salah satu contoh, akibat adanya pembangunan jalan tol selain banyak rumah hunian yang digusur, gedung waletpun ikut kena gusur. Ini dialami salah satunya oleh member BK dimana gedung waletnya yang terletak di Gringsing Kabupaten Batang Jawa Tengah, (tidak jauh dari jembatan Kali Kuto) terpaksa dirobohkan karena untuk lintasan jalur Tol Batang – Semarang.
Karena RBW roboh, mau tidak mau kawanan burung walet terpaksa mencari hunian baru dengan melakukan migrasi pindah ke RBW lain. Karena hunian lama telah rata dengan tanah demi pembangunan. Koloni burung walet migrasi ke RBW lain untuk berkembang biak. Selain itu, dampak dari pembangunan jalan tol, juga mengakibatkan pergeseran lokasi pakan ke lokasi lain. Bahkan jumlah pakan walet berkurang karena hilangnya hutan, sawah dan perkebunan.
Belakangan ini pemilik usaha sarang burung walet di daerah Penajam Paser Utara Kalimantan Timur mengaku gelisah. Rencana proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di wilayah tersebut pasti akan berdampak pada ekosistem yang selama ini terpelihara dengan baik. Lokasi seluas 250 ribu hektar telah disiapkan untuk pembangunan IKN. Wilayah Penajam yang semula rimbun dan hijau akan berubah. Suhu dan kelembapan lingkungan juga berubah.
Jika proyek itu berjalan mulus maka ratusan ribu hektar wilayah hutan dan perkebunan akan dibabat habis. Rumah Burung Walet yang berada dalam radius lokasi IKN harus hilang. RBW akan dirobohkan. Koloni burung walet yang menghuni, akan migrasi ke gedung lain. Memang pemilik mendapat ganti rugi. Jika RBW tersebut belum produktif, mungkin pemilik tidak terlalu mengeluh. Namun apabila RBW itu sudah produktif dan sudah menjadi ATM puluhan tahun, pemilik tentu sangat sedih. Untuk membangun RBW baru di lokasi lain, butuh waktu lama sampai bisa produktif.
Sekitar tahun 2010 saya sering ke Balikpapan, Kariango, Penajam, Petung, Babulu Darat, termasuk Babulu laut hingga Tanah Grogot. Sudah puluhan RBW saya tangani yang semula tidak produktif menjadi produktif. Dari Balikpapan menggunakan speed boat kecil berpenumpang 6 orang melintasi teluk dengan gelombang air laut yang mengguncang badan. Saya memilih berangkat pagi dari Balikpapan ke Penajam dan pulang ke Balikpapan sebelum sore menghindari ombak laut pasang.
Pada pagi hari, koloni burung walet melintasi teluk, terbang dari kota Balikpapan menuju hutan dan perkebunan wilayah Penajam untuk mencari makan. Ketika sore hari menjelang petang, koloni burung berliur mahal ini pulang beriringan melintasi teluk menuju kota Balikpapan.
Mungkin 5 sd 10 tahun ke depan, pemandanganya akan berbeda. Sebab koloni burung walet di kota Balikpapan harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk mendapatkan makanan. Penajam sudah menjadi kota. Areal pakan bergeser ke pinggiran. Koloni burung walet lebih betah tinggal di dekat lokasi pakan, enggan pulang ke Balikpapan yang jaraknya semakin jauh. Secara berangsur-angsur koloni burung walet akan bermigrasi dari kota ke desa.