Belum lama ini seperti banyak dikutip mass media, menteri perdagangan M Lutfi mengatakan Indonesia memiliki ‘harta karun’ baru dalam komoditas ekspor. Dia bahkan menyebut nilainya sampai ratusan triliun. Komoditas tersebut adalah sarang burung walet.
“Sarang burung walet ini sesuatu yang menarik, saya sudah lapor ke Bapak Presiden karena saya bilang, saya yakin pertumbuhan yang ditargetkan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) akan tercapai oleh Kementerian Perdagangan,” kata M. Lutfi Peluncuran Platform Dagang Digital Indonesia Store (IDNStore), Kamis (14/1/21).
“Kami berharap di tahun 2021 Pemerintah RRT bisa membuka akses lebih luas bagi produk sarang burung walet Indonesia untuk memenuhi permintaan masyarakat Tiongkok yang cukup tinggi,” sambung Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga.
Sebenarnya di Nusantara ini keberadaan burung walet sebagai penghasil sarang burung yang disebut oleh M. Lutfi sebagai ‘harta karun’, bukan sesuatu yang baru. Burung berliur mahal itu sudah sejak lama menghuni alam Indonesia. Tidak sedikit gua alam yang ada di perbukitan, pegunungan atau bukit karang tepi laut sering ditemui menjadi tempat hunian jutaan burung walet. Dari gua itu banyak menghasilkan pundi-pundi rupiah. Hasil panen sarang yang diperoleh sangat berlimpah. Sayangnya sarang walet gua itu terus dieksploitasi dan semakin lama populasi walet gua makin berkurang.
Pada sekitar tahun 1980 masyarakat Indonesia dari kota hingga pelosok mulai membangun rumah atau gedung untuk budidaya burung walet. Sektor usaha ini sangat praktis. Cukup investasi di awal saja yaitu dengan membangun tempat dan melengkapi perangkat elektronik untuk memanggil burung walet. Selanjutnya pemilik gedung tinggal menunggu waktu tanpa direpotkan dengan aktifitas harian sebagaimana ternak pada umumnya. Burung walet penghuni gua yang selalu terusik oleh keserakahan manusia karena dipanen sembarangan memilih migrasi dan menghuni rumah atau gedung yang telah disediakan.
Hingga kini ribuan gedung walet telah dibangun di seantero Nusantara. Dari modal yang cuma puluhan juta dengan desain rumah walet paket hemat, hingga modal milyaran. Budidaya burung walet diakui sebagai usaha yang simpel dengan hasil yang menggiurkan. Tidak sedikit kalangan pejabat yang terjun di usaha ini.
Tidak salah jika sarang walet dianggap sebagai harta karun. Sebab dari budidaya burung berliur mahal ini terbukti mampu menyulap ekonomi keluarga. Dari sebelumnya penghasilanya biasa saja, setelah menekuni usaha budidaya walet, penghasilanya menjadi luar biasa. Harga sarang walet sangat fantastis. Per kilogram antara 10 sd 12 jutaan. Pada waktu tertentu untuk grade A bisa mencapai 18 juta/kg. Pemilik usaha ini cukup menyediakan tempat, tak perlu memikirkan makanan harian. Burung walet mencari makan sendiri berupa serangga kecil di hutan, perkebunan dan persawahan.
Dalam berbagai seminar budidaya walet di berbagai kota di Indonesia yang diselenggarakan kantor saya, selalu dipenuhi peserta. ( Bahkan peserta seminar juga datang dari Malaysia, Vietnam, Thailand dan Kamboja). Ini menandakan bahwa minat masyarakat dari tahun ke tahun untuk terjun di bidang ini terus meningkat. Sebab kebutuhan pasar sangat besar.
Negara tujuan utama ekspor yaitu China. Sebab pengkonsumsi sarang walet adalah masyarakat china sebagai makanan tradisi yang turun temurun sejak ratusan tahun yang lalu. China harus mengimpor sarang walet sebab di negeri tirai bambu itu tidak terdapat burung walet. Burung ini hanya hidup di Asia Tenggara dengan populasi terbesar terdapat di Indonesia.
Alam Indonesia yang luas dan subur dengan di dalamnya terdapat populasi burung walet adalah karunia yang besar dari Allah Taala. Karena itu wajib disyukuri. Cara bersyukur yaitu dengan membudidayakanya secara benar.