Namanya Rahman. Tinggal di desa Tumpung Laung Kab. Barito Utara. Kalimantan Tengah. Usia paruh baya. Berkulit gelap. Rambut agak ikal. Otot tangan tampak seperti kabel tanda ia pekerja keras. Profesi sehari-hari penjual minyak solar dan istrinya buka usaha warung kelontong. Tiap minggu belanja kebutuhan pokok ke pasar terdekat yaitu kota Buntok Kalteng. Motivasi menjadi orang sukses sangat menggebu. Disamping rumah masih tersisa halaman kosong. Dengan dana terbatas dibangunlah RBW non permanen. Ukuran 5 m x 6 m dengan tinggi 5 lantai. Tiang dari kayu ulin berdinding asbes dilapis papan dan styrofoam. Investasi tidak perlu besar, sebab untuk memperoleh kayu dan papan tidaklah sulit.
Bapak 3 putra ini ingin usaha budidaya walet cepat berhasil. Bukan usaha coba-coba, apalagi spekulatif. Ia ingin tata ruang dan tata suara benar. Rahman tak ingin rugi biaya dan waktu. Sebab benar hasil benar, ujarnya. Maka saya diundang datang ke lokasinya.
Desa Tumpung Laung adalah desa yang terpencil. Jauh dari hiruk pikuk kota. Saat itu aliran listrik hanya hidup mulai jam 6 sore sampai jam 6 pagi.
Tgl 11 Nopember 2015 saya memenuhi hajatnya. Berangkat dari Buntok jam 8 pagi menempuh perjalanan sekitar 3 jam melalui jalur Buntok-Muara Teweh. Sebelum Sikui, mobil belok kiri. Jalanan aspal mulus membelah hutan belantara. Saat itu hujan rintik membasahi jalanan yang agak licin. Sekitar 1 jam sampai kota kecil Muntalat. Ini kota kecamatan yang berada di tepian sungai Barito yang sangat lebar.
Mobil diparkir tidak jauh dari sekolahan. Lalu kami menyebrang menggunakan perahu kayu dengan suara mesin yang keras. Perjalanan air membelah arus memakan waktu sekitar 30 menit. Rahman sudah berdiri menjemput di dermaga terapung.
Masyarakat Tumpung Laung saat itu sudah akrab dengan bunyi rekaman suara walet. Sudah ada puluhan RBW yang dibangun di desa penghasil durian ini. Ada 1 RBW pertama yang sudah panen sarang puluhan kilo. Tiap sore ribuan walet pulang kandang. Populasi burung berliur mahal ini berkembang sangat pesat disebabkan ketersediaan pakan serangga yang berlimpah di sekitar desa itu.
Sekarang ini Rahman bisa tersenyum lega. Jerih payah 4 tahun lalu berbuah kesuksesan. Biarpun RBW paket hemat, jika diatur secara benar maka hasilnya sangat menggembirakan. Rahman bisa panen selektif sebanyak 7 kilogram sarang walet tiap 3 bulan. Penjual minyak ini bisa mengantongi hasil jutaan rupiah dari jual liur walet.
Tanggal 1/1/2020 kemarin, setelah mengirim testimoni, Rahman izin bisa telepon. Ia hendak berbagi suka dengan mengabarkan bahwa sekarang sudah memiliki 3 RBW baru. Yaitu di Pasar Baru, di ujung desa dan di tengah perkebunan kelapa sawit seluas 7 hektar. Rahman ingin mengulang kembali sukses seperti RBW yang pertama. Dia mengaku desain 3 RBW meniru persis desain RBW awal yang saya tangani. Termasuk tata ruang dan pengaturan suara. Suara panggil Jaguar dan Inap Top menjadi senjata ampuh yang digunakan sampai sekarang. Bumi Kalimantan memang diberkati. Ada minyak, kayu, batubara, emas, dan juga burung walet.
” Jika ada waktu saya sangat berharap pak Arief bisa datang lagi ke kampung saya, ” kata Rahman di ujung telpon.