Tanggal 12 Februari kemarin, saya berangkat pagi-pagi ke Bandara Ahmad Yani Semarang. Selasa itu saya memang ambil fligt pagi ke Jakarta.
Saya sudah janjian untuk ketemuan sekitar jam 10 di hotel Pollman di Jl. Thamrin. Alhamdulillah, meskipun agak sedikit macet jalanan ibu kota, tapi saya bisa menemui kawan saya ini yang sudah menunggu di Bisnis Room lantai 2 hotel tersebut.
Satu minggu sebelumnya, kawan saya itu, Rudy Chen, memang sudah menghubungi saya dan mengabarkan rencana kedatangannya ke Jakarta dalam rangka libur hari raya Imlek. Tiap tahun Rudy memang menyempatkan pulang kampung semenjak sepuluh tahun lebih bekerja di sebuah perusahaan besar yang berkantor pusat di Shanghai.
Sekarang ini, terbang dari Shanghai – ke Jakarta atau sebaliknya kini lebih mudah. Garuda melayani rute Jakarta Shanghai, yang memakan waktu tempoh 6 jam perjalanan udara.
Dalam perjumpaan dengan Rudy, banyak hal yang kami bicarakan. Mulai hal yang ringan, hingga yang serius. Tentang tabiat pebisnis China yang pragmatis, dan raja tega, hingga pengurusan prosedur yang luar biaisa rumitnya. Tentang kasus sengketa politik hingga berimbas masalah ekonomi perdagangan antar negara.
Rudy juga menceritakan tentang animo warga China yang tetap aktif mengkonsumsi sarang walet. Udara China, menurutnya sekarang penuh dengan polusi, dan untuk menjaga kesehatan paru paru, banyak warga yang mengkonsumsi sarang walet karena khasiatnya yang telah terbukti. Para ibu hamil juga “wajib” mengkonsumsi liur walet ini. Bahkan sepertinya, tidak ada ibu hamil di China yang tidak mengkonsumsi sarang walet. Budaya ini bukan saja di China, namun di Indonesia hal ini juga sudah sebagai tradisi, khususnya di lingkungan etnis China
Dalam pertemuan yang sangat akrab itu, saya juga mengajak sahabat Julius dari Makassar. Anak muda ini ikut nimbrung menceritakan tradisi keluarganya. Jika ada yang hamil, maka wajib mengkonsumi secara rutin sarang walet. Untuk memenuhi kebutuhan sarang walet, Julius tidak perlu beli. Dia memiliki beberapa gedung walet, yaitu di Sampit, Palangkaraya, Buntok (semua di Kalteng), juga di dalam kota Makassar dan Maros – Sulawesi Selatan.
Khasiat sarang walet bagi ibu hamil memang sudah lama terbukti. Yaitu bayi yang lahir akan bersih dari lendir. Dan terutama, fungsi kecerdasannya akan sangat bagus. Anak-anak yang lahir dari ibu yang rajin mengkonsumi sarang walet, tingkat kecerdasannya sangat tinggi. Lalu mungkin timbul Pertanyaan, kalau begitu: apakah kecerdasan masyarakat China itu berkorelasi positif dengan tradisi memakan sarang walet saat para ibu mengandung janin ??? Jawabnya : kemungkinan besar iya !!!
Memang bahwa khasiat sarang walet sudah tidak perlu diragukan lagi. Dan bahkan ini sudah terbukti dan dipercaya ratusan tahun yang lalu. Tapi mengapa harga sarang walet sekarang ini turun? Padahal bukankah tingkat konsumsi sarang walet tidak turun? Padahal bukankah harga sarang walet di China sendiri tidak turun? Jadi mengapa harga sarang walet ditingkat petani sekarang ini sangat rendah, bahkan turunnya sekitar 50 % dari harga sebelumnya.
Menurut Rudy, hal itu antara lain karena sekarang ini pemerintah China menentukan pajak yang sangat besar terhadap segala jenis barang yang masuk, termasuk sarang walet. Memang harga sarang walet di tingkat konsumen di China masih stabil seperti tahun tahun sebelumnya, serta tidak mengalami penurunan, namun karena eksportir sarang harus membayar pajak yang cukup besar kepada pihak pemerintah, maka besarnya pajak itu dibebankan kepada petani, dengan cara memotong harga sarang walet. Jadi dengan analisa ini, maka harga sarang walet di tingkat petani terpangkas hampir 50 %.
Apakah harga sarang walet kemungkinan bisa naik kembali? Rudy terlihat berpikir sebentar, lalu mencoba menjawab, kemungkinan bisa naik. Toh kebijakan besarnya pajak masuk itu bisa saja berubah, atau direvisi kembali oleh pemerintah China. Atau, jika Departemen Perdagangan pemerintah Indonesia aktif melakukan komunikasi dengan pemerintah China, bisa saja besarnya pajak masuk sarang burung walet ke China akan ditinjau kembali.
Tak terasa jarum jam tangan saja mulai bergeser ke waktu sore hari. Pertemuan bisnis untuk mematangkan rencana ekspor sarang walet ke China semakian jelas jalannya. Saya mengulurkan tangan dan menjabat erat tangan Rudy. Se-kotak sarang walet yang minggu lalu saya panen dari gedung walet saya di Buntok, saya berikan kepada anak muda itu sebagai oleh oleh.
Sore itu saya langsung meluncur ke Stasiun KA Gambir, naik Kereta api jurusan Semarang Agro Sindoro. Taklama kemudian Lokomotif mulai menarik pelan 9 gerbong eksekutif. Segelas kopi manis yang di tawarkan pramugari KA, dan selembar surat kabar menemani perjalananku pulang di sore itu.
Di Koran itu aku baca ramalan konsultan spiritual dan pakar Hong Shui, Suhu Sutrisno Wijaya juga Suhu Johnny Ho, mengenai prospek dan liku liku bisnis di tahun Ular Air. Kedua ahli Hong shui ini mengaris bawahi bahwa memang tahun ini tidak stabil, namun semua butuh kerja keras dan kerja serius. Tahun ini harus lebih giat bekerja. Jika bermalas malasan atau tidak kreatif, maka peruntungan akan menjadi tidak maksimal. Sebab sebenarnya manusia menjadi pengendali utama peruntungan dirinya.