Belakangan ini banyak yang telepon, sms dan email menanyakan kenapa kondisi walet tidak seperti bulan sebelumnya. Bulan sebelumnya jika sore hari walet tampak ramai. Tapi kenapa akhir-akhir ini sepi….hanya beberapa ekor saja yang beterbangan.
Teman di Sampit, yang panennya sudah puluhan kg, sms dengan kalimat yang panjang… “Pak Arief kenapa walet belakangan cenderung sepi. Pada sore hari tidak sebanyak bulan sebelumnya. Bahkan, di gedung saya tidak sedikit anak walet yang jatuh ke lantai, karena kelaparan. Kelaparan karena siang hari induknya tidak pulang. Beberapa piyik walet jatuh ke lantai mati lemas… ”.
Sampit, adalah sentra walet di Kalimantan Tengah yang menurut data dari Dinas Perijinan setempat, sekarang tercatat sudah berdiri 600 gedung walet. Sementara di Kecamatan Samuda ( 1 jam dari Sampit), terdapat 900 gedung walet.
Teman di Palangkaraya telepon, “Pak Arief, apakah walet sudah bosan dengan suara yang diputar di gedung saya. Sebab saya amati 2 minggu ini, tiap sore hanya beberapa ekor saja yang merespon suara. Tidak seperti sebelumnya yang ratusan ekor walet beradaptasi ke gedung saya yang baru… sedih saya melihatnya..” Tanya teman saya ini yang memanfaatkan lantai atas hotelnya untuk budidaya walet.
Palangkaraya adalah ibu kota kalimantan Tengah… juga salah satu sentra walet yang mulai berkembang. Banyak pendatang dari Jakarta, Semarang, Surabaya yang mulai membangun gedung walet di pinggiran kota seperti di Kerengbengkirai, Kranggan, Bangaris dan tempat lain yang diijinkan. Pemda setempat sangat ketat membatasi pembangunan gedung walet di dalam kota.
Teman di Bengkulu juga telpon.. “Pak Arief apakah ada yang salah pada aturan tata suara di gedung saya. Saya baru mengoperasionalkan gedung sekitar 1 bulan ini. Pada awalnya, banyak walet yang merespon. Tapi belakangan ini sudah tak mau datang lagi. Apanya yang salah ya Pak?”
Populasi walet di Bengkulu juga mulai ramai. Saya pernah perjalanan darat selama 15 jam dari Padang menyisir pantai menuju ke Bengkulu, melewati Painan, Kapas, Air Haji, Muko-Muko, Putri Hijau.. banyak gedung walet di bangun di sepanjang jalan…
Teman di Rimo-Aceh Singkil sore kemarin juga telepon menanyakan perihal yang sama…Bahkan, menurutnya beberapa gedung milik temannya di sekitar Aceh, juga sepi walet di sore hari…Teman ini meminta saya bisa datang ke Rimo, barangkali ada yang kurang pas pada tata ruang gedungnya.
Di kota kecil ini juga mulai banyak gedung walet. Tahun 2005 saya pernah ke Rimo dalam perjalanan saya ke Aceh Singkil. Untuk menuju daerah ini bisa ditempuh dari kota Medan. Butuh waktu 6 jam, melalui jalan berkelok-kelok. Sebentar istirahat di Brastagi menghirup udara dingin sambil makan jagung bakar. Populasi waletnya lumayan bagus, karena masih banyak hutan.
Masih banyak yang telepon dengan isi senada. Menanyakan kenapa walet belakangan ini sepi. Dapat dimaklumi jika hati mereka bingung, gundah gulana. Bagi yang populasi walet di gedungnya sudah padat, juga gelisah, karena terpikir kemungkinan populasi waletnya akan menyusut. Sebagian walet tak pulang. Sebagian induk pulang terlambat. Anak-anak walet kelaparan, mati lemas membiru jatuh ke lantai.
Bagi yang masih pemula, juga tak kalah resah. Kotoran walet yang sudah mulai menumpuk di dalam gedung, tak lagi basah, melainkan tampak kering..karena tak ada lagi kotoran baru tanda walet tak menginap. Sore hari pada jam-jam adaptasi yakni sekitar jam 3 hingga jam 5 sore… di lubang masuk gedungnya… sepi… hanya 1 atau 2 ekor walet yang bermain-main…padahal biasanya ramai membuat hati gembira berpengharapan.
Kenapa walet sepi…? Dalam satu tahun, jika kita perhatikan, ada dua musim yang ekstrim. Yakni, puncak musim hujan dan puncak musim kemarau. Belakangan ini kasus sepinya walet karena masuk di musim hujan yang ekstrim, diantaranya ditandai dengan hujan yang terus menerus ditambah angin yang super kencang. Banyak pohon tumbang, rumah roboh…banjir.. air meluap.. ratusan hektar sawah rusak..dll
Musim seperti ini jelas tidak menguntungkan bagi populasi walet. Kencangnya hembusan angin, bagi anak-anak walet yang masih usia muda atau lagi belajar terbang tentu juga sangat beresiko. Anging kencang membawa anak walet jauh dari gedungnya…mengakibatkan anak walet tak bisa pulang ke gedung asalnya.
Hujan yang terus menerus disatu sisi meningkatkan kelembapan udara, namun di sisi lain sangat merugikan bagi perkembang-biakan serangga. Jumlah serangga juga tidak sebanyak pada musim normal. Makanan walet jadi berkurang atau bahkan sangat berkurang. Walet butuh waktu ekstra untuk memperoleh serangga.
Akibat makanan sedikit, waktu yang dibutuhkan oleh burung kecil ini untuk cari makan hingga menjelang petang. Ada yang sudah kenyang ada yang belum kenyang, tetap harus pulang karena matahari hampir tenggelam. Jadi, walet pulang malam.
Waktu untuk beradaptasi, yang biasanya dilakukan pada sekitar jam 3 sampai jam 5 sudah tak mungkin lagi. Maka, suasana di sentra walet terlihat sepi….
Walet mulai berbondong-bondong pulang saat adzan magrib berkumandang, bahkan hingga menjelang isya’ rombongan walet belum masuk kandang…ini karena walet harus mencari makan hingga ke lokasi yang lumayan jauh. Jika musim normal, radius cari makan walet juga normal, jika musim tidak normal, maka radius walet cari makan juga lebih luas lagi…
Kondisi tersebut tentu sangat beresiko, jika dalam perjalanan mencari makan atau perjalanan pulang, hujan lebat turun disertai angin kencang, bisa di bayangkan kemungkinan besar anak-anak walet akan terhanyut angin…hilang entah kemana.
Apa yang harus dilakukan? Karena itu siklus alamiah yang rutin terjadi tiap tahun, maka kita tak bisa berbuat banyak. Bukan suara yang harus diatur, diganti suara atau dikeraskan volume.. atau ditambah jumlah twiter agar suara panggil jadi keras…
Yang harus diatur justru volume hati anda agar jangan terlalu keras merasa bingung, resah dan gelisah. Biasanya musim yang tidak normal ini hanya berlangsung sekitar 1 bulan.. setelah itu akan normal lagi.. Tak perlu ada perubahan apapun di gedung anda.. tunggu hingga musim ekstrim itu berlalu…