Salah satu kekayaan alam Indonesia di bidang fauna yaitu terdapatnya satu jenis burung yang sangat unik. Keunikanya pada cara burung ini membuat sarang. Sarang dibuat dengan air liur burung itu sendiri. Semula liur itu cair agak sedikit kental warna putih bening yang keluar dari tenggorokon. Dengan telaten induk walet akan membentuk liur menjadi cekung. Lambat laun liur akan mengeras menjadi sarang. Burung walet membuat sarang selama kurang lebih 8 minggu. Itulah sisi unik burung walet. Burung jenis lain membuat sarang dari rerumputan, daun-daun atau ranting kering.
Setelah sarang digunakan untuk bertelur-mengeram-mengasuh anaknya hingga terbang, sarang bisa dipanen. Jadi, kelestarian populasi burung walet tetap terpelihara dengan baik. Selanjutnya jika akan berbiak lagi, secara biologis burung walet akan mengeluarkan liur kembali untuk membuat sarang baru. Begitu seterusnya.
Sarang dari burung walet ini sejak ratusan tahun lalu dipercaya memiliki khasiat prima bagi kesehatan tubuh manusia. Konsumen utama sarang burung adalah masyarakat China. Karena burung walet hanya hidup di Asia Tenggara ( yang terbanyak di Indonesia) maka China harus mengimport. Departemen perdagangan RI mencatat data ekspor sarang burung walet ke China yang tiap tahun menunjukkan kenaikan.
Sebelum banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia dengan dibuatkan rumah atau gedung walet, goa alam di perbukitan juga goa karang tepi laut menjadi tempat hunian burung berliur mahal ini. Salah satunya di Jawa Tengah tepatnya di Kabupaten Kebumen terkenal dengan goa Karang Bolong yang persis berada di tepi laut selatan yang dihuni jutaan burung walet. Sarang walet di goa itu secara periodik dipanen menjadi pendapatan asli daerah. Namun diperoleh kabar hasil panen sarang walet di goa itu semakin tahun semakin berkurang.
Saya beberapa kali masuk ke dalam goa walet. Salah satunya di bukit karang di Tablolong, Kupang, NTT. Goa walet ini milik pribadi. Maka hasilnyapun masuk kantong sendiri. Terletak di areal bukit karang tepi laut seluas 2 hektar. Di lahan tandus ini terdapat dua buah goa. Satu goa dihuni oleh ribuan populasi burung seriti.
Di dalam goa, burung walet membuat sarang di dinding bebatuan yang kasar. Saya harus berjalan perlahan karena lantai amat licin. Saya juga gunakan senter kepala sebab kondisi goa yang minim cahaya.
Saya juga harus mengenakan masker disebabkan bau kotoran walet yang cukup menyengat hidung. Ini disebabkan kotoran walet yang tidak pernah dibersihkan. Juga dinding goa yang tanpa lubang ventilasi menyebabkan tidak terjadi sirkulasi udara. Ditambah kondisi lembab tinggi. Zat amoniak memenuhi tiap lorong goa membuat mata perih.
Saya lihat sekeliling dinding goa dipenuhi sarang walet. Lebih banyak lagi di langit-langit goa yang tinggi. Tampak sarang walet berdempetan melingkar sekitar stalaktit.
Burung walet bersarang di bebatuan kasar dan kering. Jika dinding batu licin kaki walet sulit mencengkeram. Burung walet juga menghindari dinding goa yang basah. Sebab liur walet yang cair tidak bisa menempel pada dinding yang ada rembesan air.
Senter kepala saya arahkan menyorot sarang walet yang berjajar di dinding batu. Induk walet yang sedang mengeram bubar beterbangan karena terganggu. Suara khas walet mencicit menggema di dalam goa. Tak lama saya keluar menghirup udara segar.