Sekitar 5 th lalu saya berkunjung ke Palangkaraya, diundang bpk H. Gafur (alm). Saya masih ingat secara bercanda beliau bilang, ” Burung walet itu ibarat anak soleh. Tiap hari kerja keluar rumah, dan pulangnya membawa uang diberikan untuk orang tuanya. Maka kita harus sayangi mereka.”
Sampai sekarang perkataan beliau itu kadang muncul dalam ingatan.
Nama lengkapnya H. Abdul Gafur. Beliau termasuk salah satu petani walet yang sangat sukses. Saya pernah mendapat hadiah tiket umroh dengan keluarga dari beliau tahun 2004 sebagai bonus karena sukses menangani gedung waletnya di Jl Seram, juga di Jl Cilik Riwut. Hingga sekarang sudah dibangun beberapa unit gedung walet yang tersebar di Kalimantan Tengah dengan hasil panen ratusan kilogram. Meskipun beliau sekarang sudah almarhum namun hubungan kami dengan putra2 nya tetap terjalin dengan baik, terutama bang Iwan yang masih sering saling kontak.
Kesuksesan beliau di bidang budidaya walet ini tidak lepas dari cara perawatan dan pola panen yang tetap mengindahkan kelestarian populasi burung walet. Dengan demikian perkembangbiakan burung berliur mahal itu dapat berlangsung secara normal sehingga populasi walet terus berlipat.
Dalam diskusi rutin di group whatshap agen duniawalet, saya sampaikan bahwa sebagai “anak soleh”, sepasang burung walet memberi rejeki kepada pemilik gedung senilai kurang lebih Rp 800/ hari. Bagaimana menghitungnya?
Burung walet membikin sarang, bertelur, mengeram, menetas hingga anaknya terbang membutuhkan waktu sekitar 4 bulan. Artinya tiap 4 bulan, sarang walet dipanen. Waktu selama 4 bulan sama dengan 120 hari.
Harga sarang walet dengan kualitas campur/ all grade misalnya Rp 12 jt/ kg. Dalam 1 kg terdapat sekitar 120 biji sarang walet. Maka harga 1 biji sarang walet adalah Rp. 100.000
Jadi perhitunganya Rp 100.000 dibagi 120 hari, sama dengan Rp 800/ hari.
Dari penjelasan ini sepasang burung walet akan memberi rejeki kepada kita berupa nilai ekonomi dari sarangnya tanpa kita sadari. Angka rupiah tersebut bergerak naik turun sesuai kualitas sarang dan harga pasar.
Pertanyaanya adalah sudah ada berapa pasang burung walet di gedung anda yang sudah membikin sarang?
Tentu saja semakin produktif sebuah gedung walet akan semakin besar pula rejeki yang diperoleh.
Disinilah pentingnya pengelolaan budidaya walet secara benar. Antara lain, memperhatikan kebersihan gedung walet dari kotoran, terjaga dari hama, dan terhindar dari predator.
Suhu dan kelembapan harus dikondisikan dengan benar. Seringkali karena populasi walet sudah produktif kita agak malas membersihkan kotoran, membasmi hama, lupa mengganti air kolam yang sudah kotor dll. Kadang pengaturan ulang/ update tata ruang yang memberi kemudahan akses keluar masuk tidak dipikirkan, padahal kepadatan populasi walet terus berkembang dan bertambah padat.
Yang tidak kalah penting, yaitu menerapkan pola panen tetasan. Agar populasi walet terus berkembang biak secara normal.
Dengan pengelolaan secara benar maka akan semakin banyak “anak soleh” yang lahir dari gedung tersebut dan selanjutnya akan terus berkembang biak dengan aman dan nyaman di dalamnya.
Jika kita berbuat baik ke burung walet maka burung walet akan membalas kebaikan kita, memberi rejeki yang terus mengalir dari nilai ekonomi air liurnya yang berharga mahal.
Selanjutnya dari hasil jual sarang walet sebagian untuk fakir miskin, yatim piatu, untuk tempat ibadah dll. Ini sebagai wujud rasa terima kasih, sebagai realisasi rasa syukur atas rejeki yang telah kita dapatkan.
Jika kita bisa menjalankan itu semua, maka apa yang disampaikan H. Gafur bahwa burung walet ibarat anak soleh benar adanya, karena rejeki tersebut bermanfaat bagi sesama. Dengan berbagi secara ikhlas, hidup terasa bermakna menjadi tambah berkah.
Aminn.