Setelah membahas karakteristik walet ketika malam hari, selanjutnya kita bahas karakteristik walet ketika musim kemarau. Pada musim kemarau, suhu lingkungan beranjak naik dan membuat kelembapan cepat menguap. Suhu dan kelembapan gedungpun terpengaruh ikut berubah. Tantangan-tantangan tersebut seharusnya jadi perhatian tersendiri bagi petani walet.
Selain pengaruh terhadap kondisi gedung, musim kemarau berpengaruh ke perilaku walet dalam mencari pakan. Pada musim kemarau, jumlah serangga lebih sedikit dibanding saat musim hujan. Agar kenyang, burung walet akan melebarkan radius dalam mencari makan. Ini berakibat, waktunya lebih lama untuk memenuhi kebutuhan perut. Apalagi jika lokasi pakan sangat jauh, maka burung walet akan pulang ke RBW masing2 dalam kondisi langit sudah mulai gelap.
Akibatnya, saat sore burung walet tampak sepi di sekitar gedung. Walet tidak melakukan aktifitas beradaptasi masuk keluar gedung disebabkan walet belum pulang dari lokasi makan. Burung walet di musim kemarau tidak lagi memikirkan untuk beradaptasi. Yang dia butuhkan yaitu makan, sebagai kebutuhan dasar. Saat matahari beranjak tenggelam, koloni walet langsung terbang pulang.
Pada musim penghujan, koloni walet biasanya melakukan adaptasi ke gedung baru antara pukul 08.00 sd 10.00 dan sore hari antara pukul 16.00 sd 17.00. Pada musim kemarau burung walet lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan dasar yaitu mencari makanan yang ketersediannya terbatas.
Bagi petani walet senior pada umumnya sudah memahami kondisi dan antisipasi yang harus dilakukan ketika memasuki musim kemarau. Faktor perubahan cuaca, tingginya suhu, serta berkurangnya makanan menjadi gangguan perkembangan populasi. Beberapa problem yang kemudian muncul ke gedung walet yaitu problem anak walet tidak pulang, walet tidak merespon suara panggil, olesan sarang yang mandek, kotoran walet mengering, hingga akhirnya berimbas ke jumlah burung walet dalam gedung yang berkurang.
Harus dipahami bahwa musim kemarau adalah faktor ekternal. Semua makhluk hidup sulit memperoleh makanan, termasuk burung walet sebab jumlah serangga tersedia sedikit. Ini berpengaruh ke perilaku burung walet yakni tidak ada waktu lagi untuk beradaptasi ke gedung baru pada pagi dan sore hari.
Terkadang, karena kondisi walet sepi, pemilik gedung galau. Terpikir, gedung perlu ditambahi LMB. Settingan suara perlu di atur ulang. Yang musti dilakukan petani walet yaitu memaksimalkan faktor internal dengan mengkondisikan suhu dan kelembapan di dalam RBW agar tetap stabil. Apabila gedung memiliki kondisi suhu yang sejuk, musim kemarau menjadi kesempatan bagi gedung Anda menarik walet muda dari gedung untuk menginap. Di masa tersebutlah, walet rawan pindah ke gedung yang lebih sejuk.
Seperti kondisi gedung milik teman saya di Balikpapan, jumlah burung di gedung waletnya selalu bertambah baik di musim hujan maupun kemarau. Kuncinya cuma 1, yaitu selalu memperhatikan kondisi suhu dan kelembapan gedung.
Perlu diperhatikan bagi gedung ukuran kecil, atau gedung dengan material papan, suhu dan kelembapan gedung tipe tersebut cenderung mudah berubah. Apabila suhu naik dan kelembapan menurun, walet resiko pindah ke gedung lain yang suhunya sejuk dan kelembapannya disukai walet. Walet akan meninggalkan gedung yang suhu tinggi walaupun sudah bikin sarang setengah jadi. Kotoran di lantai yang sebelumnya sudah menumpuk, menjadi kering. Yang semula sore hari walet pulang masih ramai, belakangan mulai berkurang.
Dari penjelasan diatas, maka petani walet harus mengantisipasi datangnya musim kemarau, karena perilaku walet juga berubah. Jika sampai telat mengantisipasi, maka bukan saja berakibat pada kualitas sarang dan produktifitas, melainkan bisa menjadi faktor pendorong berpindahnya walet muda ke gedung lain yang faktor suhu dan kelembapan lebih bagus. Tanpa disadari, satu persatu burung walet migrasi ke gedung lain yang lebih memberikan kenyamanan. Karena itu kondisikan gedung walet agar tetap sejuk dan lembap terutama pada musim kemarau.
Salam sukses!