Sebut saja namanya Pak Syukur. Beliau berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar di sebuah desa terpencil di Kalimantan Utara. Dari kota Nunukan menggunakan speedboat selama 2 jam. Asal beliau sebenarnya dari Jombang Jawa Timur. Namun mendapat tugas sebagai ASN sebagai guru di pedalaman.
RBW nya dibangun tidak jauh dari rumah tinggal. Tinggi 3 lantai, ukuran 8 m x 13 m, dibangun semi permanen. Saat ini produksi sarangnya sudah sangat menggembirakan. Menjual hasil panen tidak repot. Tak perlu ke kota. Sebab sudah ada pengepul yang datang ke rumahnya.
Beliau adalah salah satu peserta seminar duniawalet yang kami selenggarakan di hotel Neo Fortuna Nunukan, November tahun 2016. Berbekal ilmu dari seminar itulah beliau kemudian membangun RBW secara benar. Hasilnya tentu benar. Panen sarang dilakukan tiap 4 bulan. Penghasilanya sekarang ini sudah lebih besar dari gaji guru. Pak Syukur bertambah syukur.
+ : ” Pak Arief saya mau menyampaikan pertanyaan teman. Perihal teknis panen. Cara panen sarang yang dilakukan teman yaitu panen tetasan. Namun dia mau mencoba panen buang telur karena tergiur harga yang lebih mahal karena kualitas sarang lebih bagus yaitu warna sarang lebih putih. Disisi lain, dia tidak mau memutus perkembang biakan populasi burung walet. Beliau tidak mau membuang telur walet. Agar telur tetap menetas dan populasi walet tetap berkembang ia akan memasang sarang imitasi di bekas posisi sarang asli. Pertanyaanya, mau kah induk walet mengerami telurnya di sarang imitasi?“
– : ” Hasilnya fifty-fifty. Induk walet ada yang mau menggunakan sarang imitasi dan melanjutkan mengerami telurnya. Namun ada yang ‘ngambek’ dan memilih membuat sarang baru di samping sarang imitasi.”
+ : ” Mengapa demikian pak?”
– : ” Selain faktor usia induk, juga karena faktor durasi pengeraman.”
+ : ” Bisa dijelaskan secara singkat pak?”
– : ” Induk walet muda – yang baru bertelur pertama kali – akan lebih mudah ngambek tidak mau menggunakan sarang imitasi. Ini karena naluri sebagai induk belum kuat. Induk muda ini mudah stres dan tidak mau mengerami telurnya. Berbeda dengan induk walet dewasa, yang sudah beberapa kali berbiak, naluri sebagai induk sudah kuat. Walau sarang asli diganti sarang imitasi, ia tetap mau mengerami telurnya.”
+ : ” Yang dimaksud faktor durasi pengeraman, mohon penjelasannya.”
– : ” Induk yang baru beberapa hari mengeram lebih mudah ‘ngambek’ dibanding induk yang sudah lama mengeram. Ini bisa dilihat dari warna telur. Telur yang baru beberapa hari di erami akan berwarna putih. Sedang telur yang sudah agak lama dierami akan berwarna agak kehitaman. Induk walet yang sudah lama mengerami telurnya, biasanya akan tetap mau melanjutkan pengeraman walau sarang aslinya dipanen dan diganti sarang imitasi.”
+ : ” Apakah cara yang akan dilakukan teman ini bisa dijalankan?”
– : ” Apabila jumlah sarang masih terbilang sedikit, misal jumlah sarang dibawah 100 keping, itu masih mungkin dijalankan. Namun jika jumlah sarang sudah ratusan bahkan ribuan, cara tersebut kecil kemungkinan bisa dijalankan.”
+ : ” Apa sebabnya?”
– : ” Karena faktor waktu yang terbatas. Untuk melakukan panen sarang saja, sudah memakan waktu yang lama, apalagi ditambah memasang sarang imitasi dan memindahkan telur ke dalam sarang.”
+ : ” Terimakasih pak. Sudah cukup dimengerti atas penjelasanya.