Jam 17.30 WIB pertengahan Juli tahun lalu, HP saya berdering. Edison telpon dari belakang gedung waletnya yang terletak di Muara Bulian. “Mohon maaf pak Arief, mau bertanya, kenapa sampai jam segini walet saya belum pulang?”, kata Edison terputus-putus karena sinyal kurang bagus. Edison Pemilik Toko Amazon-Jambi ini mengamati secara rutin perkembangan gedung waletnya, yang sejak dioperasionalkan 17 Agustus 2008. Pemuda berambut cepak ini pantas tegang. Sebab, bukankah ini bulan Desember? Bukankah bulan musim hujan? Bukankkah banyak serangga? Kenapa walet pulang malam?
Muara Bulian adalah salah satu sentra walet yang mulai berkembang. Kota kecil ini dapat di tempuh 1 jam perjalanan dari Jambi. Beberapa gedung walet mulai tumbuh. Ruko-ruko di jalur Jambi-Padang ini bagian atasnya di manfaatkan untuk budidaya walet. Peraturan daerah setempat mengatur, agar pemandangan kota tidak mati, maka wajah gedung walet harus terlihat cantik.
Bujang adalah tangan kanan Edison. Anak muda usia 25 tahun ini sehari-hari sebagai penjaga dan merawat gedung walet. Tugas rutin Bujang adalah menghitung tiap pagi dimulai sekitar jam 5 subuh. Bujang akan mencatat berapa jumlah burung yang keluar gedung. Burung yang keluar pagi hari itulah yang semalam menginap
Sejak mencari lokasi untuk membangun gedung walet, Edison memang sudah meminta kesediaan saya sebagai konsultan. Desain gedungnya saya gambar dengan cermat. Jika suatu hari anda melintas di Muara Bulian, gedung 3 lantai bercat hijau muda beratap genteng kodok, berdiri megah dan anggun di pinggir kota. Pada bulan Desember 2008 usia gedung baru berumur 5 bulan, namun sudah sekitar 170 ekor walet yang menginap. Dengan counter hand di genggaman, tiap subuh Bujang sudah stand bay focus memperhatikan pintu burung., untuk menghitung satu per satu burung walet yang keluar. Bujang mencatatnya di kalender, tanggal 10, burung yang menginap sekian, tanggal 11 yang menginap sekian, dan seterusnya.. Data Bujang sangat akurat. Saya di Semarang secara rutin mendapat laporan kemajuan via SMS.
Maka, ketika jam 17.30 sore burung walet nya belum pulang, Edison sangat gelisah. Bujangpun ikut risau. Kemana waletnya? Hilang ? Kabur? Tak mau pulang? Atau masuk ke gedung tetangga? Edison berulang kali melihat jam tangannya. Jarum jam terus bergerak. Jam 18.30 burung mulai pulang. Menurut Edison jumlahnya tidak banyak. Burung masuk ke gedung tapi tidak seperti biasanya. Tidak ramai. Tapi masuk satu demi satu. Edison tetap berdiri. Kaki sudah mulai pegal. Leher juga ikut tegang. Esok subuh Bujang kembali menghitung berapa yang menginap. Alhamdulillah tetap utuh, bahkan tambah 5 ekor.
Walet pulang malam karena faktor cuaca. Meskipun bulan Desember, tidak berarti serangga berlimpah ruah. Pada puncak bulan hujan ini justru keberadaan serangga jumlahnya menipis. Sebab jika hujan deras terus mengguyur, bisakah serangga hidup dan berbiak? Puncak bulan hujan sangat tidak menguntungkan bagi walet karena serangga jumlahnya relative sangat sedikit. Karena jumlah serangga sedikit, maka walet harus tetap mencari makan biarpun hari mulai petang. Sebagian walet sudah merasa kenyang lalu mulai pulang. Sebagian yang lain karena merasa belum kenyang tetap meneruskan aktivitasnya berburu serangga sampai limit time. Akhirnya sampai di gedung, matahari sudah lama terbenam.