Kisah walet di Palu pasca gempa masih berlanjut. Tanggal 19 Agustus kemarin, pasangan suami istri Pak Agus Salim dan Ibu Yani berkunjung ke kantor pusat. Mereka berdua domisili di kelurahan Silae Palu, namun sedang ada keperluan di Yogyakarta. Senyampang berada di Jawa mereka menyempatkan silaturahmi ke kantor pusat jumpa saya, sekaligus konsultasi mengenai gedung walet yang sedang dalam tahap penyelesaian.
Bukankah pasca musibah Pasigala ( Palu Sigi Donggala) 28 September 2018 lalu, masyarakat masih trauma, termasuk petani walet. Kok berani bangun gedung? Bagaimana ceritanya?
Beliau berdua adalah member lama duniawalet. Pada 20 November 2016 ikut seminar yang diselenggarakan di hotel Swissbellin Silae Palu. Seusai acara seminar, saya sempat datang ke gedung walet beliau ukuran 5 m x 10 m, yang memanfaatkan lantai atas rumah tinggal. Saya masuk ke dalam gedung dan memberi masukan. Namun kata Beliau, apabila tempat ini kurang memenuhi syarat, maka beliau akan membangun gedung khusus untuk budidaya walet dan terpisah dari rumah tinggal.
Lama tak ada kabar. Baru ketemu lagi di kantor duniawalet dalam rangka melanjutkan konsultasi. Dua lembar kertas bergambar denah bangunan dan poto gedung sudah disiapkan. Rupanya beliau mewujudkan rencana membangun gedung yang terpisah dari tempat tinggal. Ukuran 8 m X 12 m tingga 5 lantai. Posisi di samping rumah.
Konsultasi berlangsung sekitar 1 jam. Saya memberi sket tata ruang, posisi twiter, termasuk sistem pengaturan suhu dan kelembapan yang tepat untuk kondisi cuaca Palu yang panas.
Selesai konsultasi, pak Agus Salim cerita mengenai proses pembangunan gedung walet. Ibu Yeni yang duduk di samping sesekali melengkapi cerita. Beliau menjawab pertanyaan saya, kenapa pasca musibah gempa, kok masih berani membangun usaha walet?
Ini cerita beliau :
Waktu terjadi gempa besar 7.4 skala richter, sekitar pukul 5 sore, beliau bersama tukang bangunan sedang berada di lokasi. Saat itu baru selesai pekerjaan fondasi. Pak Agus Salim bersama tukang sedang mengatur pemasangan sloof. Tiba-tiba bumi yang dipijak bergoncang keras. Secara reflek Pak Agus Salim segera pegangan tiang. Sementara tukang bangunan jatuh bergelimpangan. Luar biasa gempa terjadi. Belum pernah terjadi gempa yang dahsyat itu. Menghentak ke samping, menghentak ke atas. Sempat beliau berkata dalam hati apakah kiamat sudah tiba? Musibah itu sangat mengerikan. Pikiran beliau tertuju pada istri dan anak-anak yang ada di dalam rumah. Kemudian saat gempa agak reda, Pak Agus Salim bergegas mencari mereka. Alhamdulillah selamat. ( Di artikel ini saya tidak perlu menuliskan semua cerita beliau. Cerita musibah tragis itu terlalu panjang dan kisahnya memilukan.)
-: “ Pasca gempa, apakah rencana membangun gedung walet tetap dilanjutkan? “
+: “ Tetap berlanjut. Berselang 3 bulan kemudian, ketika kondisi Palu sedang mulai berangsur tenang, dan tukang bangunan juga sudah siap, pekerjaan di mulai lagi,” jawab Pak Agus Salim sambil menunjukkan poto di layar smartphone kondisi bangunan terkini. Di Poto itu tampak kerangka tiang balok setinggi 5 lantai. Semua lantai sudah dicor. Tinggal menyelesaikan dinding bangunan.
-: “ Apakah tidak khawatir akan terjadi gempa dahsyat lagi?”
+: “ Insyallah di lokasi Silae ini aman. Menurut informasi yang kami terima dari tim ahli Universitas Tadulako Palu, khususnya di tempat kami, kondisi tanah padat dan stabil. Saya tidak khawatir, “ jelas Ibu Yeni ikut menjawab.
– : “ Kenapa tetep keukeuh membangun gedung walet?”
+: “ Ini memang cita-cita kami sejak dulu. Semua buku karya Pak Arief yang dijual di Gramedia saya pelajari, termasuk mengikuti seminar. Agar paham tentang bisnis yang akan kami jalani. Ini untuk masa pensiun nanti.
Selain itu, pasca gempa, burung walet yang melintas di atas rumah dari lokasi pakan menuju sentra walet kota Palu, tiap sore jumlahnya semakin banyak dibanding sebelum terjadi gempa. Jadi kami tambah optimis usaha ini akan sukses, ” lanjut Pak Agus Salim menjelaskan. Ibu Yeni mengamini.
Pak Agus Salim adalah pegawai RSU Anutapura dimana sebagian blok bangunan ambruk. Sementara Ibu Yeni pegawai RSUD Undata milik Pemkab Palu.
Setelah konsultasi selesai, beliau berdua pamit kembali ke Yogyakarta.