Roda Pesawat Batik Air yang saya tumpangi menyentuh landasan di Bandara Mutiara Palu pukul 11.00 siang, setelah menempuh perjalanan udara 1 jam dari Makassar. Jecky dan Jimmy member lama duniawalet sudah menunggu di pintu kedatangan. Agen duniawalet Sulteng, Bang Ahmad Riyadi juga sudah siap menjemput saya di Bandara. Kami ngobrol sebentar sambil menunggu porter mengambil koper. Tak berapa lama kami meluncur untuk makan siang ke warung kaledo di Bolore, warung sederhana di tepi jalan poros Palu-Donggala. Kaledo adalah makanan khas Palu menggunakan daging sapi berkuah.
Mobil melaju perlahan di tengah macetnya kota. Matahari terasa panas terik. Semenjak gempa, lalu lintas diatur satu jalur. Sebab jalan pinggir pantai tidak digunakan lagi karena rusak akibat gempa September 2018 lalu. Jembatan kuning yang menjadi ikon kota Palu sudah hilang. Tak ada lagi jembatan penghubung. Makanya hari-hari jalanan tampak padat karena semua lalu lintas menggunakan jembatan yang ada di dalam kota.
Di perjalanan saya melihat banyak bangunan yang rusak. Ada yang rusak berat ada yang rusak ringan. Sebagian ada yang sudah direnovasi, sebagian yang lain dibiarkan apa adanya sejak musibah gempa terjadi. Menjadi monumen duka pilu. Apalagi bangunan di sepanjang tepi pantai, sekarang tak lagi tampak kegiatan ekonomi. Sebelum gempa lokasi itu ramai. Sore hari pemandangan di tepi pantai Talise itu sungguh indah. Matahari tenggelam di punggung perbukitan. Cahaya jingga memantulkan refleksi dipermukaan air laut. Namun kawasan itu kini lengang. Masjid terapung yang dibangun di pantai bibirTalase yang juga menjadi ikon kota Palu, miring dan air laut masuk ke dalamnya. Masjid tersebut tidak bisa digunakan lagi untuk ibadah. Termasuk hotel di sisi jalan pantai juga sepi aktifitas. Jika malam hari keadaanya sunyi sepi dan seram, tak ada penerangan. Jarang yang berani melewati kawasan ini. Kata Ahmad tidak sedikit masyarakat yang masih trauma jika melihat laut meskipun kejadianya sudah hampir 1 tahun lalu.
Bagaimana dengan gedung walet di Palu? Tidak sedikit yang rusak bahkan roboh. Burung walet pindah tempat tinggal. Di daerah pasar inpres, beberapa rumah penduduk mendadak dimasuki burung walet yang “hijrah” akibat gedung asalnya sudah tak lagi memenuhi syarat untuk dihuni. Pada waktu itu populasi walet yang tak lagi punya tempat hunian akhirnya masuk ke gedung lain. Ahmad menceritakan, 1 bulan setelah gempa, gedung temannya mendadak dimasuki ratusan burung walet. Sebelum gempa, gedung itu baru terdapat puluhan ekor saja. Namun setelah gempa, langsung bertambah ratusan ekor. Gempa di Palu memang tidak merata di semua daerah. Lokasi yang rusak seperti dipilih-pilih, tutur Ahmad. Seperti di kawasan pasar Hasanudin, bangunan rumah, ruko dan gedung walet aman. Tak tampak ada kerusakan. Populasi walet tetap tinggal menghuni gedung tersebut. Apakah gedung walet di daerah sentra itu juga mendapat tambahan populasi burung walet dari gedung lain yang rusak atau roboh? Kemungkinan iya. Sebab burung walet pasti butuh tempat tinggal. Jika tempatnya rusak atau hilang, ia akan mencari tempat hunian baru.
Selesai makan siang, kami ke lokasi gedung walet Jecky. Gedung ini saya tangani sejak awal yaitu sekitar tahun 2012. Kemarin saya amati gedung ini aman. Hanya retak sedikit namun struktur bangunan masih kokoh. Saat sore hari saya lihat populasi walet masuk berbondong2. Luar biasa banyak sekali. Apakah gedung walet Jecky juga mendapat ” berkah” dibalik musibah gempa? Kemungkinan iya.
Sebelum gempa terjadi populasi walet gedung beliau memang sudah banyak. Populasi berkembang biak dengan aman sebab dibiarkan tidak panen selama 2 tahun. Baru 2014 mulai dilakukan panen selektif.
Di daerah ini juga ada beberapa gedung walet lainya.Yang tampaknya juga tetap utuh. Kemungkinan juga gedung tersebut memperoleh tambahan burung walet lain yang mengungsi pasca gempa.
Beberapa hari setelah gempa terjadi, media massa mengabarkan terjadi penjarahan di beberapa toko sembako. Apakah penjarahan juga terjadi pada gedung walet? Menurut Ahmad hal itu juga terjadi. Ada salah satu gedung walet tinggi 3 lantai yang dibangun tidak jauh dari pantai, juga menjadi sasaran penjarahan. Dan, pemilik gedung sepertinya pasrah. Tak mampu berbuat apa-apa. Hanya ia berpesan, boleh dicuri sarangnya namun jangan sampai dibunuh burungnya. (bersambung)