Tanggal 7 September 2019 saya menginap di hotel Grand Zuri Palembang. Hotel ini menjulang tinggi 25 lantai berada di pusat kota. Bahkan hotel ini paling tinggi dibanding ratusan hotel lain. Jembatan Ampera yang bercat merah sebagai ikon kota empek-empek, tampak jelas dari balik jendela kamar tempat saya menginap.
Kedatangan saya di Palembang kali ini untuk berbagi ilmu budidaya walet, dalam rangka seminar yang ke tiga kalinya. Seminar yang pertama, 02 Oktober 2016, di hotel Batiqa. Seminar yang kedua tanggal 16 September 2018 di hotel Santika. Dan seminar kemarin tanggal 08 September 2019 di Grand Zuri.
Seperti halnya seminar sebelumnya, kali ini juga full seat. Peserta datang dari berbagai daerah; dari Jambi, Palembang Riau, Nias, Bangka, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan.
Juga tercatat 2 orang peserta dari Sabah Malaysia, dan 4 peserta dari Negeri Khmer Merah – Kamboja. Total peserta seminar 68 orang. Peserta sangat antusias menyimak ilmu yang saya bagikan hingga akhir acara.
Pada setiap seminar, tidak sedikit alumni yang hadir. Kali ini tercatat 27 orang alumni. Selama ini alumni memperoleh fasilitas mengikuti seminar lanjutan, tanpa dipungut biaya lagi. Alias gratis. Ini wujud dari komitmen Duniawalet terus menebar manfaat bagi petani walet.
Pada acara coffea break, beberapa peserta memanfaatkan waktu cerita pengalaman dalam budidaya walet. Termasuk pula mengenai kasus aktual yang terjadi di musim kemarau ini yaitu soal pengaruh kabut asap bagi kesehatan burung walet.
Apakah kasus kebakaran lahan berupa asap tebal akan mengganggu kesehatan burung walet? Jawabanya itu sangat mengganggu. Bahkan merugikan.
Bau asap sebenarnya sudah mulai tercium sejak saya menginjakkan kaki di bumi Sriwijaya ini. Bahkan saat pesawat ekor hijau, direct flight Semarang-Palembang hendak mendarat, harus menerobos gumpalan asap putih.
Dalam perjalanan dari bandara ke hotel, Bang Aang Kusnadi, agen Duniawalet Palembang yang juga Ketua Panitia Seminar, menceritakan mengenai parahnya kebakaran hutan yang menimpa daerahnya. Sejauh ini Pemda Sumatera Selatan terus berusaha untuk memadamkan titik api. Helikopter menabur garam di awan agar terjadi hujan buatan.
Musim kemarau memantik kebakaran lahan. Asap tebal membuat langit seperti tertutup tirai. Cahaya jingga matahari pagi tak mampu menyibak tebalnya partikel basah uap bercampur asap.
Pagi hari, saya membuka jendela kamar hotel, segera tercium aroma gosong akibat lahan yang terbakar.
Kabut asap akibar kebakaran hutan dan lahan ( karhutla) menimbulkan dampak yang sangat luas. Selain dampak negatif bagi kesehatan masyarakat, juga dampak kesehatan bagi makhluk hidup lainnya, termasuk burung walet.
Salah seorang member menceritakan, ia mendapati beberapa ekor walet mati tergeletak di lantai di roving room. Kondisi fisik masih utuh. Bukan mati dimakan predator. Dari warna bulu yang masih hitam, itu adalah burung walet yang masih muda. Burung walet yang sudah usia induk, bulunya berwarna coklat tua.

“Apakah burung walet tersebut mati akibat pengaruh asap tebal?”
“ Ya betul,” jawab saya.
“ Kenapa ya pak?”
“ Sebab akibat kebakaran itu tentu berdampak pada kurangnya serangga kecil sebagai makanan burung walet. Kebakaran lahan dan hutan, membunuh habitat serangga yang hidup di semak-semak.
Lahan gambut berair dan lembab yang selama ini menjadi tempat berkembang biak serangga kecil telah berubah menjadi lahan yang membara. Rerumputan hangus terbakar hingga berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Akibatnya tak ada lagi serangga. Stok makanan menjadi berkurang. Burung walet sebagai pemakan serangga kecil langsung terkena akibatnya.
Bagi walet dewasa atau induk, bisa terbang jauh mencari lahan yang tidak terbakar. Ini sebabnya koloni burung walet pulang malam. Sementara burung walet yang usia muda, belum mampu terbang jauh. Akibatnya bisa diduga. Ia amati karena kurang makanan.”
“ Apa yang bisa kami lakukan pak?”
Saya hanya mengangkat bahu. Ini bencana nasional. Kebakaran hutan mengakibatkan asap merata di berbagai wilayah. Bahkan Indonesia “ekspor” asap hingga negeri tetangga. Sekolahan diliburkan kawatir siswanya terkena dampak asap. Roda ekonomi juga terganggu, dll.
Termasuk para petani walet harus menanggung kesedihan karena burung walet sebagai burung liar yang mencari makan di lahan perkebunan dan hutan, menjadi kesulitan mencari makanan sehari-hari. Bagaimana pengaruh bagi kesehatan telur walet dan kualitas sarang ?
(bersambung)