Setelah memahami pentingnya penyekatan dalam gedung walet, sekarang mari membahas bahan yang perlu dipersiapkan petani walet untuk menyekat. Sekat dapat dibedakan 2 jenis: sekat permanen dan sekat non-permanen.
Sekat permanen menggunakan dinding padat berlapis semen dibuat dari dinding bata atau batako. Membutuhkan waktu untuk membuat dinding tersebut. Sedangkan Sekat non-permanen, menggunakan bahan murah yang sederhana serta cepat pemasangannya. Yakni berupa bahan ringan seperti tripleks, kain atau terpal. Jika tata ruang belum tepat, sekat non permanen bisa diatur ulang secara mudah.
“Mana yang lebih baik? Sekat permanen atau non-permanen, Pak Arief?”
Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Sesuaikan dengan kondisi gedung walet Anda. Pada sekat permanen, akan membuat kelembapan ruang lebih stabil. Namun sebelumnya, harus perhitungkan secara cermat konsekuensinya. Karena apabila posisi sekat salah, dinding bata atau batako harus dirobohkan untuk dibangun ulang. Karena apabila sekat dinding permanen ternyata tidak tepat, maka dinding harus dijebol. Berbeda dengan sekat non-permanen yang lebih fleksibel untuk diubah untuk penyesuaian ulang ruangan.
Sekat non-permanen sangat cocok dipasang di gedung walet non-permanen agar tidak membebani struktur bangunan. Sekat non-permanen dibuat dengan sekat gantung atau sekat semi. Sekat tersebut cukup dipaku di blandar atau papan sirip dengan menyesuaikan kondisi ruang yang tersedia. Bahan-bahan sekat non-permanen yang mudah didapatkan, dapat membantu mengatur ruang walet secara sederhana dan juga cepat.
“Selain bahan-bahan di atas, untuk sekat apa bisa pakai bahan lain?”
Ada beberapa cerita terkait dengan bahan sekat ruangan walet selain bahan-bahan yang saya jelaskan diatas. Cerita pertama, yakni saat saya mengatur tata ruang milik Pak Apin di Riau. Gedungnya yang berada di Pangkalan Kerinci, kehabisan bahan kain untuk penyekatan ruang. Beliau bertanya “Pak Arief, bolehkah sekat menggunakan bahan spanduk? Kebetulan saya menyimpan banyak spanduk promosi dari bahan MMT”. Saya mengangguk tanda setuju. Walaupun sekat tidak polos melainkan aneka warna dan banyak tulisan serta gambar, namun bagi walet itu tidak masalah. Walet tidak takut atau terganggu. Sekat dari bahan MMT juga dipakai di gedung milik Pak Rudy di Palu. Pak Rudy memanfaatkan sisa spanduk MMT dari sisa di gudang. Sebab beliau memiliki usaha digital printing.
Cerita lain, yakni dari member dari Palembang berkonsultasi melalui WhatsApp. Member bertanya tentang penggunaan bahan penyekatan dari kain sarung: “Pak Arief, bolehkah saya menggunakan sekat dari sarung? Sebab untuk beli kain, dana mepet. Karena itu saya manfaatkan sarung yang sudah tidak terpakai, kemudian saya jahit untuk digunakan sebagai sekat.”
Pertanyaan itu saya balas dengan simbol jempol, sebagai jawaban bahwa sekat dari bahan kain sarung tidak masalah dan boleh digunakan. Bagi walet, bahan sekat tidak menjadi masalah. Yang terpenting tata ruang membuat walet merasa aman dan nyaman. Burung walet tak bisa membedakan sekat dari kain, terpal maupun spanduk, atau kain sarung.
Namun ada beberapa hal yang jadi kesalahan petani walet terkait bahan sekat. Dampaknya bisa sampai buat walet batal menginap. Pada sekat bahan tripleks yang baru dibeli dari toko, terkadang masih ada bau cairan kimiawi yang menyengat. Tripleks tersebut jangan langsung dipasang. Namun terkadang tukang bangunan tergesa-gesa agar pekerjaan cepat selesai.
Apabila dipasang, walet memang masih mau bermain-main di rooving room karena tidak tercium bau tripleks. Namun di ruang inap, burung walet tak mau masuk ke dalam. Jadi harus bagaimana? Apakah harus ganti bahan sekat lain? Tidak perlu. Sebelum dipasang, tripleks bau zat kimiawi tersebut dijemur dulu agar bau zat kimianya hilang. Jika sudah terlanjur dipasang, solusinya adalah melabur/ mengecat tripleks dengan kotoran walet yang sudah dicampur air.
Salam sukses.