Salah satu member bertanya, apakah sarang imitasi bisa difungsikan untuk “mempercepat” periode panen? Yaitu, melakukan panen sarang asli dan mengganti dengan sarang imitasi. Tujuanya, agar kelestarian populasi burung walet tetap terjaga, meskpun sarang asli dipanen. Dengan cara tersebut, dari segi ekonomi harga sarang akan lebih tinggi karena kualitas sarang masih agak bersih. Sebab sarang belum lama digunakan untuk berbiak. Bersamaan dengan itu, perkembangan-biakan bisa terus berlangsung, karena disediakan sarang imitasi.
Member ini biasa saya panggil Bang Fai. Beliau tinggal di Kalimantan Selatan, tepatnya di wilayah Martapura. RBW nya ukuran 8 m x 12, tiga lantai, dan sudah berjalan 4 tahun dengan jumlah sarang berkisar 1500 keping. Pada 2 tahun pertama, Bang Fai mengeluh karena RBWnya stagnan. Jumlah sarang mentok di 600 keping. Setelah saya atur posisi LMB, ukuran void dan update tata ruang, perkembangan populasinya pada 2 tahun terakhir ini meningkat secara signifikan. Kondisi kelembapan lingkungan luar cukup mendukung, karena tidak jauh dari RBW nya, terdapat saluran irigasi yang lebar dan memanjang.
Kembali ke pertanyaan di atas : apakah burung walet yang sudah bertelur atau sudah memiliki anak di sarang asli, mendadak mau menempati sarang imitasi sebagai sarang pengganti karena sarang asli dipanen?
Ada dua kemungkinan. Pertama, induk walet memilih kabur dan pindah ke papan sirip lain. Kemungkinan itu disebabkan usia induk walet masih muda. Induk walet tersebut baru pertama kali bertelur. Naluri sebagai induk belum terbentuk kuat. Di dalam sarang itu baru terdapat 1 atau 2 butir telur.
Apa sebab induk walet muda itu pindah ke posisi sirip lain?
Karena kemungkinan besar kaget telah terjadi perubahan fisik dan tekstur sarang. Juga perbedaan bau sarang. Sarang asli ada aroma agak amis, sementara sarang imitasi tak ada bau sama sekali. Adanya perbedaan itu membuat induk walet muda meninggalkan sarang dan terpaksa tidak mau mengerami telurnya.
Kemungkinan kedua, induk walet tetap mau menempati sarang baru dan tidak kabur ke tempat lain. Biarpun sarang aslinya telah berganti menjadi sarang imitasi. Itu karena naluri sebagai induk sudah terbentuk kuat, dimana induk tersebut sudah beberapa kali beranak-pinak. Disini faktor usia induk juga ikut menentukan keberhasilan proses pergantian tersebut.
Apalagi, saat proses penggantian sarang asli dengan sarang imitasi, induk sudah selesai mengeram, dimana kedua telur sudah menetas menjadi piyik. Secara “psikologis”, naluri sebagai induk akan tambah kuat. Kemungkinan kecil induk walet ini akan kabur dan meninggalkan piyiknya dalam kondisi kedinginan atau mati kelaparan. Induk walet ini akan memelihara piyik-piyiknya hingga dewasa.
Kepada Bang Fai, saya sampaikan, apakah pertanyaan tersebut sebatas sebagai pengetahuan, atau mau dipraktekkan? Apabila akan dipraktekkan, coba dikalkulasi ulang, apakah sanggup mengganti ratusan sarang imitasi untuk mengganti sarang asli yang telah dipanen? Apakah itu akan efektif dan efisien?
Mengapa tidak bersabar waktu barang sejenak membiarkan proses perkembang -biakan itu berjalan alamiah saja. Mengapa tergesa-gesa panen? Tunggu sebentar waktu sampai anak walet bisa terbang.
Memang hasil panen tetasan, warna sarang akan sedikit agak kotor karena terkontaminasi amoniak. Tapi itu lebih baik daripada timbul resiko, yaitu induk walet (muda) kabur tidak mau mengerami telurnya, karena mendadak sarang aslinya berubah menjadi sarang imitasi.