Saya punya klien namanya Engkian. Usianya sekitar 50 an. Tinggal di Balikpapan Kalimantan Timur. Orangnya sportif, cara berpikirnya kritis.
Suka menghabiskan waktu malam hari di sudut meja restoran Chinesse food Dinasty untuk melepas lelah dan berdiskusi, tentang apa saja, termasuk tentang walet.
Saat itu, Engkian berkeluh kesah kalau salah satu gedung waletnya belum menunjukkan hasil yang positif. Segala cara sudah dilakukan, termasuk menyemprot parfum walet di dinding maupun di papan sirip. Namun sudah 2 tahun, belum ada satupun walet yang menginap apalagi membuat sarang. Dimana letak kesalahannya? Engkian minta bantuan saya untuk turun tangan. Saya jadi guru, Engkian jadi murid. Kwajiban guru memberi ilmu, kwajiban murid membayar gurunya.
Ukuran gedung waletnya, standar ruko yaitu 4 m X 20 m. Tingginya dua lantai. Bagian bawah untuk jualan perabotan rumah tangga dari keramik. Ruang belakang untuk dapur. Lantai ke dua untuk budidaya walet. Pada bagian tengah-atas, dibangun kotak kubus 4 m x 4 m, sebagai rumah monyet. Saya survey ke rumah Engkian didampingi Pak Budi dan Pak Hadi. Ber-empat masuk ke dalam ruangan tersebut. Suhu dan kelembapannya sudah oke. Ada 2 unit mesin kabut yang berjalan normal sesuai timer. Papan siripnya tak berjamur. Twiter sudah di pasang. Tapi kenapa burung walet tak mau turun dan tak mau masuk ke ruang yang telah disiapkan?
Dalam dunia perwaletan khususnya di Balikpapan, Engkian bukan orang awam. Dia memiliki beberapa gedung walet, termasuk di Grogot Kab. Paser. Engkian juga kerabat dekat pengusaha walet ternama. Orang memanggilnya pak Yen Min. Beliau juga diangkat sebagai penasehat asosiasi peternak walet setempat karena senioritasnya di dunia walet. Siapa tak kenal Yen Min? Pemilik gedung walet terbesar dan termegah di pusat kota Balikpapan, juga pemilik restoran Bondy. Belum lengkap ke Balikpapan jika belum makan di restoran Bondy. Tiap hari, Engkian mengelola restoran sea food tersebut.
Suatu saat Engkian pernah bertanya, apakah walet sangat peka terhadap bau-bau-an? Saya jawab bisa ya bisa tidak, tergantung bau apa? Pertanyaan Engkian ini wajar disampaikan mengingat, di bagian bawah gedung walet, terletak dapur.. Engkian kawatir, kegiatan memasak tiap hari, bau masakannya masuk ke dalam gedung walet, sehingga menyebabkan walet tak mau masuk dan menginap selama ini. Istrinya yang asli Semarang pun, ikut serius mendengarkan cerita suaminya. Saya menggeleng kepala pertanda bahwa itu tak problem.
Dua hari kemudian saya datang lagi masih didampingi teman setia Pak Budi dan Pak Hadi. Saya kontrol semua kondisi dalam, termasuk letak sekat tripleknya. Kepala saya mulai bekerja menganalisa. Saya cermati semua sudut. Lalu ketemu sumber errornya, yaitu posisi letak sekat triplek tidak tepat. Engkian membagi ruang itu menjadi 3 bagian. Yaitu ruang belakang, ruang tengah dan ruang depan. Posisi rumah monyet dan void ada di bagian tengah. Jadi, walet yang masuk dari rumah monyet, kemudian turun melalui lubang void, Kemudian, walet bisa memilih mau ke kamar belakang atau ke kamar depan.
Namun letak sekat triplek ini posisinya mempersulit gerakan putar walet. Posisi sekatnya agak ke tengah, baik pada sekat depan maupun sekat belakang. Sehingga ruang roving menjadi sempit. Pada kasus di gedung Engkian ini, roving room harus agak dilebarkan.
Saya meminta kepada Engkian agar, posisi sekat triplek, dimundurkan 1 meter saja. Sekat triplek depan mundur 1 meter, dan sekat triplek belakang mundur juga 1 meter. Cukup itu saja yang dirubah. Sudah selesai. Tidak ada perubahan yang lain.
Engkian setengah tidak percaya apa yang saya sampaikan tadi. Kok cuma me-mundur-kan sekat saja? . Pak Arief ini dipercaya sebagai guru walet, dan dibayar mahal, kok kerjanya cuma begitu saja, tidak menyakinkan? Gerutu Engkian dalam hati.
Pada saat itu, saya tak mau berdebat. Saya hanya minta waktu 1 bulan untuk membuktikan kerja saya ini. Untuk meyakinkan hati Engkian, dan menunjukkan profesionalitas kerja saya, saya minta spidol hitam ukuran besar. Engkian terkejut lagi, mendengar permintaan saya yang sama sekali tak ada hubungannya dengan perwaletan. “Pak Arief minta spidol hitam, untuk apa?” kata Engkian heran. Saya tak menjawab, Pak Budi dan Pak Hadi pun belum mengerti maksud saya. Mereka bertiga saling pandang. Tak lama kemudian Engkian datang membawa spidol.
Untuk menuju ke ruang walet, kami harus melalui dapur. Ada anak tangga kayu di samping dapur. Dengan spidol itu, segera saya membubuhkan tanda tangan saya di anak tangga kayu itu. Tanda tangan saya ini sebagai jaminan atau garansi bahwa kerja yang saya lakukan, biarpun hanya menggeser posisi letak sekat triplek, tapi itu bukan kerjaan ngawur. Tapi kerjaan yang sudah ada perhitungannya, karena pengalaman saya selama ini mengatur tata ruang gedung walet.
Belum ada 1 bulan, Engkian telepon dengan nada suka cita. Sudah banyak walet yang masuk dan menginap. Semakin hari semakin tambah banyak walet yang datang dan menginap. Saya gembira. Analisa dan kerjaan saya memang empirik. Engkian lebih gembira lagi. Saat yang ditunggu setelah penantian 2 tahun yang tak jelas, kini mulai menunjukkan hasil yang positif.
Sekarang ini, produksi gedung walet Engkian sudah lumayan banyak. Syukur Alhamdulliiah. Sudah lama saya tak jumpa pada pria berkaca mata yang suka nyanyi lagi mandarin ini. Suaranya merdu, nafasnya panjang. Bir hitam pasti tak lupa menemaninya. Sampai sekarang, tanda tangan saya masih terlihat jelas di anak tangga kayu itu.