Sehabis shalat Jum’at saya segera menuju kantor karena ada tamu yang sudah menunggu. Namanya Setiawan dari Muko-Muko, Bengkulu. Beliau alumni seminar walet yang diselenggarakan pada tanggal 2 Oktober 2016 di hotel Batiqa Palembang. Orangnya masih muda umur 42 tahun. Penampilannya low profile, sederhana. Mobil Pajero merah plat BM parkir depan kantor. Mumpung liburan, Setiawan mengajak anak istri silaturahmi saudara di Jawa, sekalian mampir kantor karena kangen ketemu saya.
Wawan, penggilan akrab anak muda itu mengaku sudah jenuh menjadi pegawai negeri. Sudah 25 tahun mengabdi negara. Kantor kerjanya di kota Bengkulu. Dari rumah harus menempuh jarak 90 km. Wajar jika sering mengalami kelelahan. Lebih santai merawat 3 unit RBW yang produksinya semakin meningkat.
Tiga RBWnya berlokasi di Sungai Rumbai, di Air Hitam, dan 1 unit lagi di tengah perkebunan kelapa sawit. Suara panggil yang digunakan Green Wave 02 dan Red Wave 02. Panen dilakukan tiap 2 minggu. Semua hasil panen ditampung dan baru dijual jika ada tengkulak yang menawar harga tinggi.
Kualitas sarang walet di Bengkulu, kata Wawan sangat bagus. Dalam 1 kilogram rata-rata berisi 100-110 keping sarang. Ini disebabkan kondisi suhu dan kelembapan alam yang sangat mendukung, serta faktor makanan yang berlimpah berupa serangga di perkebunan kelapa sawit yang terhampar luas.
Kelembapan di luar rumah sekitar 70 %. Ini sangat mendukung tercapai kelembapan di dalam RBW. Tidak sulit mengatur kondisi suhu dan kelembapan di dalam rumah walet. Namun faktanya sebagian besar RBW di Muko-Muko dan sekitarnya tidak produktif. Masih sedikit sekali petani walet yang memahami budidaya burung walet secara benar.
Karena itu, Wawan mengajukan permohonan agar diadakan seminar walet di Bengkulu. Sebab ia sudah merasakan manfaat atas ilmu yang diperoleh saat mengikuti seminar di Palembang 4 tahun lalu. Dari ilmu dan konsultasi, Wawan bisa mengetahui letak kesalahan dalam RBW kemudian membenahi tata ruang dan tata suara. Setelah menerapkan ilmu yang benar, populasi walet terus meningkat hingga sekarang ini.
Wawan ingin agar teman-teman petani walet di Bengkulu juga sukses seperti yang dialaminya sekarang ini. Banyak RBW yang kurang produktif. Padahal banyak burung walet penghuni gua di pegunungan bukit barisan yang migrasi ke kota. Hanya RBW tertentu saja yang perkembanganya pesat.
Wawan mencontohkan, RBW miliknya yang hanya ukuran 4 m x 6 m dengan tinggi 3 lantai, sekarang produksinya mencapai 2000 sarang. Semua papan sirip padat dengan sarang walet. Karena itu Wawan membangun gedung tambahan setinggi 4 lantai. Tujuannya tidak lain untuk menampung perkembangan walet yang sudah sangat padat di RBW lama.
Wawan juga menceritakan potensi burung walet yang sangat besar di daerahnya. Pada RBW yang dibangun pertama kali, ukuran 4 m x 8 m tinggi 2 lantai dengan modal Rp 40 juta, dalam waktu 8 bulan berisi 400 sarang. Namun karena suatu hal, RBW paket hemat ini dijual kepada Pak Ayang pengusaha walet setempat yang sangat dikenal, dengan harga Rp 400 juta.
Suatu hari saya pernah singgah di Muko-Muko dalam perjalanan darat yang melelahkan antara Padang-Bengkulu. Sepanjang perjalanan melewati Painan, Kapas, Air Haji. RBW banyak dibangun warga. Dari Muko-Muko turun ke Bengkulu melewati Putri Hijau. Solar mobil harus selalu terisi karena perjalanan membelah hutan jarang terdapat SPBU.
Tak terasa jam tangan sudah bergeser mendekati waktu ashar. Wawan pamit untuk melanjutkan perjalanan menuju Magetan Jawa Timur.
“ Semoga Pak Arief ada waktu untuk berbagi ilmu dengan menyelenggarakan seminar walet di daerah kami. Supaya para petani walet paham teknis budidaya walet yang benar sehingga bisa mendulang sukses,” pinta Wawan serius.