Ternyata mendirikan RBW baru di dekat RBW produktif tidak menjamin segera dihuni burung walet. Padahal RBW berdiri di lokasi padat populasi. Padahal juga, kedua RBW itu sangat dekat. Hanya berjarak 1 meter saja. RBW produktif sudah panen 15 kg, sedangkan RBW baru yang berdiri bersebelahan, sudah berjalan 3 tahun namun masih sedikit jumlah sarangnya. Tidak sampai 50 keping.
Apanya yang salah?
Padahal lmb dan void sudah lebar. Suhu, kelembapan dan cahaya juga sesuai habitat burung walet. Tapi perkembangan sangat lambat. Bahkan anak walet gagal pulang. Segala cara sudah digunakan. Tapi hasil masih belum menggembirakan.
Apanya yang keliru?
Kasus itu dialami H. Makruf yang tinggal di Samarinda. Beliau memiliki 2 RBW. RBW pertama sudah produktif. Berukuran 8 m x 12 m tinggi 3 lantai. Setiap periode panen bisa diperoleh 15 kg sd 20 kg. Panen sarang dilakukan dengan sistem tetasan.
Sedangkan RBW kedua, merana hingga sekarang. Ukuran RBW sama, yaitu lebar 8 m x panjang 12 namun tinggi 4 lantai. Bangunan RBW berlokasi di dalam kota berseberangan dengan Hotel Bumi Senyiur.
H. Makruf adalah salah satu member lama. ” Saya tetap mengikuti petunjuk pak Arief dengan melakukan pola panen tetasan. Karena panen tetasan merupakan cara bijak untuk melestarikan populasi burung walet. Sekurang-kurangnya untuk RBW sendiri. Terbukti sampai sekarang, populasi burung walet tetap terjaga dan berkembang biak dengan nyaman, ” ujar beliau.
Usia RBW sudah 10 tahun. Sampai sekarang masih menggunakan suara rekaman dalam bentuk compact disc (CD) menggunakan suara paket Green Wave.
Dimana lokasi ke 2 RBW itu?
Ternyata ke 2 RBW milik beliau dibangun di tempat yang sama. Bahkan RBW baru bersebelahan dengan RBW produktif. Hanya berjarak 1 meter. Tujuanya agar dihuni oleh populasi RBW lama yang sudah padat. Tapi ditunggu bertahun-tahun RBW baru lambat perkembanganya. Kenapa RBW baru merana?
Padahal jaraknya sangat dekat dengan RBW produktif?
Dari informasi yang disampaikan, bisa saya analisa :
Posisi bangunan RBW baru berada di belakang RBW produktif. Ini jelas tidak menguntungkan. Posisinya tidak strategis. Saat rombongan burung walet pulang petang hari, langsung masuk RBW produktif. RBW baru sepi. Sebab LMB di belakang. Hanya beberapa ekor yang masuk. Sebagian besar burung walet tetap masuk ke gedung lama. Seolah LMB gedung baru tidak dihirukan oleh rombongan walet, meskipun LMB sudah menghadap arah walet pulang – sama dengan RBW produktif.
LMB gedung baru 1 tingkat lebih tinggi dari RBW lama. Jarak antar bangunan hanya 1 meter. Ini mengakibatkan tidak adanya area roving bagi burung walet. Spacenya terbatas, terhalang oleh atap RBW lama. Burung walet tidak bebas bermain-main di depan LMB.
Bagaimana solusinya?
Solusi pertama, posisi LMB dirubah misalnya ke samping atau ke belakang, yang tersedia space atau roving area yang luas. Tujuanya agar burung walet bebas manuver di depan LMB.
Solusi kedua, menghubungkan dua bangunan RBW menjadi satu. Dengan cara dibuatkan lorong. Lorong ini akan menghubungkan 2 bangunan RBW. Cara ini akan lebih efektif. Toh kedua RBW itu hanya berjarak 1 meter. Jadi tidak sulit membuat lorong. Dengan teknik ini maka populasi walet di RBW produktif secara berangsur akan menyeberang ke RBW sebelahnya. Mendengar jawaban saya, H. Makruf yang semula hampir putus asa, sekarang sudah mendapatkan jalan keluar.