Saat melepas lelah usai seminar di Palembang awal September lalu, kami duduk sambil ngopi di rest room hotel Santika. Seorang teman cerita yang bikin gerr .. yaitu tentang cicak dan burung walet.
Cicak menggerutu sekaligus cemburu karena kalau dia buang kotoran di lantai malah dimarahin sama pemilik rumah, bahkan diusir sambil dipukul. Giliran burung walet yang buang kotoran, pemiliknya senang bukan kepalang. Malah kalau gak ada kotoran walet di lantai wajah pemilik bermuram durja, aneh sekali justru berharap ada kotoran walet. Jika kontrol gedung yang dicari kotoran walet di semua sudut lantai pakai senter terang. Setelah melihat setumpuk kotoran walet, bah … girang bukan main. Padahal, kata cicak, kotoran kami hampir sama warnanya.
Cicak juga heran, harga kotoran burung walet mahal. Banyak orang membutuhkan. Harga 1 karung plastik dijual lima puluh ribu. Kadang ada yang beli 10 sampai 20 karung. Mana ada yang mau beli kotoran saya? kata cicak lagi. Kamipun tertawa mendengar cerita bang Suryadi Kepos, peserta dari Palembang.
Suatu hari ada member konsultasi.
+ : ” Saya mau tanya pak, ada pengaruh positifkah jika saya menabur kotoran walet pada lantai gedung baru agar kondisi dan suasana mirip gedung lama, dengan maksud supaya walet yang masuk gedung akan betah dan cepat menginap karena ada aroma khas burung walet. Menurut bapak bagaimana?”
– : ” Sebenarnya cara itu tak ada manfaat apapun. Bahkan burung walet tak suka dengan kotoranya sendiri. Buktinya burung walet buang kotoran ke lantai. Anak walet juga perilakunya sama, sejak masih merah sampai bisa terbang selalu menjaga kebersihan sarangnya dan buang kotoran ke lantai. Jika walet suka terhadap bau kotoranya sendiri, tentu burung kecil itu selalu buang kotoran di sarangnya.
Jika alasanya agar ada aroma khas, silahkan cek dalam 1 minggu apakah bau kotoran walet masih tercium atau sudah memudar? Pasti sudah tak berasa khas kotoran walet. Baunya sudah hilang menguap. Kotoran menjadi kering dan ruangan berdebu.”
+ : ” Di gedung paman saya banyak ember yang diisi kotoran walet dicampur air. Seperti bubur warna hitam. Baunya alamaaakk….sangat menyiksa… Menurut pak Arief apa itu berpengaruh bagi burung walet?”
– : ” Haduh ini lebih parah lagi. Memang cara itu sangat berpengaruh. Namun bukan pengaruh positif melainkan negatif.”
+ : ” Pengaruh negatifnya bagaimana pak?”
– : ” Ruangan yang menyebarkan aroma busuk seperti adukan kotoran walet dicampur air itu jelas tidak disukai burung walet. Walet adalah burung yang menyukai kebersihan. Sarangnyapun di konsumsi untuk kesehatan. Jadi ruangan harus bersih dan sehat.
Bau bubur kotoran walet tadi sangat menyengat dan berpotensi menyebarkan penyakit pada pemilik yang rutin masuk ke dalam gedung.
Sebenarnya Allah SWT sudah mengatur sistem daur ulang secara detail agar bumi dan seluruh penghuninya sehat.
Kotoran walet juga harus terdaur ulang secara benar agar tidak menimbulkan penyakit. Syarat daur ulang yaitu kotoran walet ditabur di atas tanah dan terkena sinar matahari, atau terproses di dalam tanah. Kotoran walet akan menyuburkan tanah dan bermanfaat sebagai pupuk tanaman.
Jika kotoran walet menumpuk di dalam gedung, tidak terkena sinar matahari maka kotoran itu tidak bisa terdaur ulang. Akibatnya bisa memunculkan efek negatif.
Apalagi jika kotoran walet dicampur air dalam ember, baunya busuk bukan? Bukankah bau busuk itu sebagai tanda bahwa barang tersebut negatif, salah, jelek, berbahaya, negatif dll..?
Kotoran walet sebagai pupuk organik sangat bagus untuk tanaman. Tanaman menjadi subur, buahnyapun sehat untuk dikonsumsi. Banyak petani sayuran yang sudah lama menggunakanya.
Rudy reseller duniawalet Mamuju Sulbar sudah membuktikan sendiri tanaman melon depan rumahnya tumbuh subur dengan buah yang terasa lebih manis semenjak rutin menabur kotoran walet sebagai pupuknya.”
+ : ” Alhamdulillah saya sekarang menjadi paham pak, terimakasih penjelasanya.”
Saat saya selesaikan tulisan ini, seekor cicak merayap di balik jendela kaca.