Pagi itu, tgl 17 Juli kemarin saya berangkat dari Banjarmasin ke Kapuas-Kalimantan Tengah. Saya di temani Pak Abu Zundaka, orang Balikpapan yang sengaja saya ajak keliling di Kal-Sel dan Kal-Teng untuk belajar walet secara langsung.
Pak Abu ini kelahiran Balikpapan, namun bukan penduduk asli setempat, melainkan keturunan India. Bersama kakaknya, Pak Wahid, ingin membangun gedung walet yang hasilnya sebagian untuk menyantuni anak yatim.
Pak Abu saya ajak ke gedung saya yang ada diKapuas, untuk belajar bagaimana cara simple membangun gedung yang kondusif bagi burung berliur mahal ini. Kebetulan proses pembangunannya hampir selesai. Saya tunjukkan ilmu standar misalnya bagaimana agar kondisi gedung sejuk dan kelembapan terpenuhi dengan baik. Bagaimana membuat formasi pemasangan papan sirip, agar walet mudah menempel, dan hal yang spesifik lain yang tentu tidak saya tulis dalam buku maupun di artikel umum lainnya.
Sebelum masuk Kapuas, saya singgah sebentar di gedung walet milik Pak Adi Chandra di daerah Anjir. Beliau adalah teman lama, yang sebelumnya hampir putus asa karena gedung walet yang telah dia bangun, tetap kosong. Namun sekarang beliau bisa bernafas lega karena setelah saya turun tangan, ratusan walet kini telah tidur nyenyak di gedung waletnya.
Saya memang perlu untuk mengontrol gedung Pak Adi, karena beberapa bulan yang lalu sempat di panen malam hari oleh tamu tak diundang, alias maling. Maling menyatroni gedung walet itu dengan cara membongkar gembok pintu besi. Sarang waletnya dipanen habis. Telur berjatuhan dilantai, dan anak piyik berserakan tewas menggenaskan.
Esok hari setelah kejadian itu, Pak Adi memang sempat telepon dengan sangat cemas, takut populasi waletnya stress dan tak mau pulang lagi. Saya bilang, jangan kuatir pak, nanti waletnya pasti pulang lagi, bahkan dalam jumlah yang lebih banyak karena membawa teman-temannya. Kenapa bisa begitu? Tanya Pak Adi menyelidik. Iya, karena ketua koloni walet sudah saya SMS, mereka harus pulang lagi dan harus membawa rombongan baru. Kata saya menghibur. Pak Adi tersenyum tapi tak tak percaya.
Maka, kedatangan saya kemarin, sekaligus untuk membuktikan, bahwa biarpun telah disatroni maling, populasi walet tetap pulang kembali ke gedungnya bahkan dengan membawa teman-temannya. Kali ini Pak Adi tersenyum percaya, karena sejak kasus kemasukan maling itu, memang terbukti jumlah populasi waletnya meningkat.
Kasus gedung walet disatroni maling, memang sering terjadi. Beberapa teman sering mengabarkan kasus gedungnya kemasukan maling. Dan kenyataannya, pada 3 bulan kemudian, justru jumlah burungnya meningkat. Kenapa bisa begitu? Jawabnya mungkin bisa kita kupas di lain waktu.
Sekitar jam 9 pagi kami masuk gedung pak Adi. Pintu besi dibuka dan…aroma amoniak tercium sedap menyengat. Tahi walet menumpuk di berbagai tempat. Saya periksa semua lantai dan papan sirip dengan senter. Saya naik ke lantai dua, tiga, empat dengan sedikit terenggah-engah karena sistem tangganya yaitu tangga vertikal, istilahnya tangga kapal.
Saya masuk ke salah satu nesting room. Senter saya arahkan ke seekor burung yang menempel di papan sirip dengan posisi yang aneh. Subhanalllah….seekor walet sedang membuat sarangnya. Saya panggil Pak Abu juga Pak Adi. Kami bertiga melihat proses walet sedang membikin sarang dalam jarak 3 meter. Senter tetap saya arahkan ke walet itu, dan walet itu terus melanjutkan aktifitasnya tanpa merasa terganggu atas kedatangan kami.
Kami bertiga memandangi dengan seksama proses itu, melihat paruhnya mematuk-matuk papan sirip secara teratur sambil mengeluarkan liur. Gerakan patokan paruh walet sangat cepat, seperti jarum mesin jahit yang mengeluarkan benang di kain. Kedua kaki walet berpijak di fondasi sarang yang sudah kering yang dibuat hari sebelumnya. Saat walet bikin sarang tak ada suara sama sekali. Ini karena paruhnya sedang bekerja mengeluarkan liur dari kerongkongannya. Jadi, kalau ada orang menjual CD walet lagi bikin sarang, tentu itu mengada-ada.
Kami mengamati walet yang lagi bikin sarang di pagi itu, hampir 10 menit. Setelah itu walet terbang keluar gedung. Kami segera mendekat, melihat bekas-bekas liur basah yang tersusun rapi di papan sirip. Cukup jelas melihatnya, karena ketinggian lantai di gedung walet Pak Adi hanya 2.10 meter saja. Lebar papan sirip 20 cm. Jadi, cukup berdiri di lantai bisa melihat dan memegang sarang. Kami geleng-geleng kepala melihat betapa telatennya induk walet merajut sarang demi untuk kelangsungan generasinya. Saat itu walet yang lagi bikin sarang, baru selesai sekitar 10 %.
“Berapa lama walet bikin sarang? “tanya Pak Abu.
“Tergantung beberapa faktor, yaitu tergantung faktor usia walet, tergantung stok pakan di alam yang tersedia, juga tergantung kondisi iklim mikro di gedung tersebut.”
“Rata-rata?” tanya Pak Abu lagi
“Sekitar 30 hari sampai 45 hari.”
“Kalau waletnya dewasa, stok pakan berlimpah, dan kondisi dalam gedung sangat memenuhi syarat, apakah walet bisa lebih cepat bikin sarang?”
“Betul, karena walet akan bikin sarang bisa setiap waktu…bisa pagi, siang, sore atau malam hari. Sarangnyapun tebal karena produksi air liur di kerongkongannya sangat produktif disebabkan stok pakan yang melimpah, juga bentuknya sarangnya besar sesuai ukuran tubuh walet dewasa.”
“Apakah walet yang membikin sarang itu, walet betina apa walet jantan?”Pak Abu bertanya lagi
“Walet betina dong..walet jantan tak bisa keluarkan liur..”
“Kenapa begitu???”
“ Induk walet betina akan mengeluarkan air liur manakala akan bertelur. Jadi, ada korelasi yang signifikan antara kelenjar tenggorokan induk walet dengan masa reproduksi. Artinya walet baru bisa memproduksi liurnya karena mulai adanya calon telur di tubuh induk itu. Kelenjar produksi air liur mulai aktif jika telah terjadi perkawinan. Jadi kalau tak terjadi perkawinan, walet betina tak akan mengeluarkan air liur. Tak ubahnya, seperti ibu yang mengandung bayi, kelenjar susunya akan mulai berproduksi, hingga bayi itu lahir. Walet jantan tak bertelur, maka ia pasti tak bisa mengeluarkan air liur ” jawabku menjelaskan.
“Jadi, yang membikin sarang tadi, itu walet betina?”
Saya menganggukkan kepala
“Sering saya lihat, pada saat pemancingan awal, di sarang imitasi, hanya ada 1 ekor walet. Di sudut papan sirip yang lain juga hanya ada 1 ekor walet, apakah itu walet betina?” kali ini Pak Adi yang bertanya.
“Betul, itu walet betina yang sedang mencari tempat untuk persiapan reproduksi”.
“ Si walet jantan kemana?”
“ Mana aku tahu…..” jawabku sambil mengangkat bahu.
“Jadi tugas walet jantan apa? tanya Pak Abu gak puas
“Seperti makluk/ hewan hidup pada umumnya, tugas pejantan antara lain membuahi betina, agar reproduksi populasi tetap berjalan.
“Apakah walet setia pada pasangannya?”
“ Menurut logika saya, seperti makluk/ hewan yang lain, walet jantan memiliki beberapa pasangan. Selama ini orang hanya menduga saja, bahwa walet setia pada 1 pasangan saja. Logika saya mengatakan : walet jantan tak mungkin punya 1 pasangan saja.”
“Bisa dijelaskan?”
“Penjelasannya panjang, nanti dibahas lain waktu.”
“Sedikit saja…” kejar Pak Abu
“Seperti diketahui bahwa populasi makhluk hidup secara umum, lebih didominasi yang berjenis kelamin betina. Jika walet hanya setia pada pasangannya, pertanyaannya, apakah jumlah populasi walet jantan dan walet betina itu jumlahnya sama?…Tuhan mengatur, bahwa jumlah betina lebih banyak dibanding pejantan. Jika walet setia pada pasangannya, tentu roda regenarasi tak akan berjalan alami. Tentu banyak walet betina yang tak punya pasangan. Banyak walet betina yang jadi jomblowaletwati…Takdir pejantan itu memiliki lebih dari 1 pasangan.”
Mendengar penjelasan saya, Pak Adi tersenyum penuh arti. Akhirnya, materi pembicaraan mulai melebar kemana-mana keluar dari fokus. Diskusi dalam gedung walet segera saya akhiri.