Pernahkah anda menjumpai piyik mati di sarang ? salah satu kasus yang saya catat, piyik mati di sarang karena tidak bisa terbang. Karena salah satu kakinya terjepit liur induk yang cepat mengering! Pada kasus lain, terdapat potongan kaki terbenam di daging sarang. Ternyata setelah saya amati, itu kaki burung walet yang patah yang terjebak jeratan liur induk yang cepat mengering. Menurut analisa saya, seekor anak walet salah satu kakinya “terbenam” dalam daging sarang. Namun setelah berjuang keras, walet muda tadi berhasil terbang. Walet muda itu berhasil lolos dari maut meski hanya dengan satu kaki. Satu kakinya patah dan tertinggal di sarang. Pada kasus lain, piyik walet mati karena lehernya terjepit di sarang yang berlubang. Mengapa itu terjadi?
Seperti kita ketahui, bahwa induk walet membangun sarangnya dengan air liur. Setelah sarang jadi, induk akan bertelur dan mengerami hingga menetas. Selanjutnya induk akan menyuapi piyik walet hingga dapat terbang. Selama proses itu, kadang, sarang walet retak atau berlubang. Ini terjadi karena sarang tipis. Apa sebab? Hal itu bisa dikarenakan mulai menyusutnya areal lahan pakan, sehingga berakibat walet kurang maksimal dalam memproduksi air liurnya. Bisa pula karena usia walet yang sudah mulai tua sehingga kemampuan produksi air liur mulai berkurang. Bisa pula disebabkan kondisi kelembapan gedung yang kurang bagus. Ini berakibat sarang tipis, kurang kuat, mudah patah dan berlubang. Mengetahui hal itu, walet akan memperbaiki sarangnya yang mulai rusak dengan melakukan tambal sulam. Nah, saat proses tambal sulam itulah, kadang, terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya bulu induk terkena liurnya sendiri yang cukup lengket, sehingga kita mendapati di sarang terdapat buku-bulu walet dewasa. Ini terjadi terutama di saat musim rontok bulu.
Jika kondisi gedung tersebut rendah kelembapannya, kemungkinan kasus kaki piyik terjepit sarang bisa terjadi. Sebab kondisi kelembapan yang kurang akan mempercepat keringnya air liur yang keluar dari paruh induk walet. Kaki piyikpun bisa terkena liur walet yang cepat mengering. Dan akhirnya lengket. Karena usia walet masih kecil dan masih belum terbang kejadian itu tidak kelihatan. Si piyik belum mengetahui bahwa ada bahaya yang sudah mengancam jiwanya. Namun saat piyik walet sudah waktunya untuk terbang, mala petaka itu mulai dirasakan. Piyik walet pun gagal terbang, karena kakinya terjerat masuk ke dalam daging sarang. Suara jeritan piyik minta tolong tentu akan menimbulkan kegaduhan tersendiri di dalam gedung itu baik siang maupun malam. Piyik walet terus meronta-ronta hendak melepaskan kakinya. Ada yang berhasil, meski harus merelakan ruas “lutut” nya patah dan tertinggal di daging sarang. Piyik walet yang lain, akhirnya mati di sarang dengan posisi menggantung. Selain kaki piyik walet terjerat liur, tidak sedikit juga, leher piyik walet masuk ke lubang.
Sarang walet yang bagian bibir sarangnya berlubang, sangat membahayakan keselamatan jiwa piyik walet tadi. Sarang yang bagian bibirnya tipis memang mudah berlubang, karena saat piyik walet membuang kotoran, kaki piyik tersebut akan mencengkeram bibir sarang. Bibir sarang akan mudah basah karena terkena “pantat” piyik walet yang masih basah sisa kotoran. Lama kelamaan bibir sarang berlubang. Ini sangat membahayakan. Sebab saat piyik walet tertidur menunggu induk pulang, lehernya bisa masuk ke lubang tersebut. Jika induk melakukan tambal sulam, leher piyik bisa terjepit. Maka tamatlah riwayat piyik walet malang tadi.