Kamis sore, akhir Agustus lalu, saya terbang dari Melak menuju Samarinda menggunakan pesawat baling-baling. Penerbangan antar dua kota itu hanya tersedia pesawat kecil sesuai luas bandara Melalan.
Baru sekali ini saya lewat jalur udara. Sebelumnya melalui jalur darat yang memakan waktu berjam-jam. Saya juga pernah melewati jalur sungai Mahakam, yang memakan waktu berjam-jam pula.
Jika melalui jalur darat, aspal banyak berlubang dan rusak. Jika melalui jalur sungai, ( tentu saja) jalan mulus, badan tidak terguncang dan bisa lebih santai. Pada kedua sisi jalur darat dan sungai, memiliki pemandangan yang sama, yaitu ratusan gedung walet tampak berdiri di sepanjang perjalanan.
Acara ke Samarinda ini, karena sudah janjian dengan salah seorang member untuk kontrol gedung di Separi, Tenggarong Seberang – Kutai Kartanegara.
Penerbangan siang itu sedikit kurang nyaman sebab pesawat sering menembus gumpalan awan tebal sehingga beberapa kali terjadi turbulensi. Awak kabin kerap mengingatkan penumpang untuk tetap menggunakan sabuk pengaman. Sebagian daerah di Kalimantan Timur memang mulai masuk musim penghujan.
Dari ketinggan ribuan kaki, kelokan jalur sungai tampak memanjang seperti ular naga. Panjang sungai Mahakam 920 kilometer bermuara di selat Makassar. Di sungai ini hidup spesies mamalia yang hampir punah yaitu pesut Mahakam.
Selain aliran sungai, tampak juga puluhan danau kecil yang ada di perbukitan dan hamparan hutan. Mudah ditebak itu danau buatan manusia, yaitu bekas penggalian tambang batubara. Kulit bumi dibiarkan berlubang-lubang dan tergenang air. Air danau itu tampak biru kehijauan.
Saya menduga danau itu pasti sangat dalam. Jika danau itu ada di dekat perkampungan, kemungkinan bisa menjadi tempat rekreasi atau bahkan untuk wahana berenang.
Saya ingat film dokumenter “ Sexy Killer” yang menceritakan aktifitas pertambangan dan imbas bagi masyarakat sekitar. Beberapa nyawa anak melayang karena tenggelam di danau bekas penggalian batubara yang dibiarkan begitu saja.
Tak terasa perjalanan segera sampai. Awak pesawat mengumumkan, sebentar lagi pesawat mendarat di bandar udara APT Pranoto – Samarinda. Jam tangan menunjukkan angka 16.30 wit.
Sesaat pesawat semakin merendah. Terasa sedikit goyang karena menahan hembusan angin. Tak lama roda pesawat berderit. Badan terguncang. Pilot mengerem agak keras.
Bang H. Ojie Agen duniawalet Tenggarong ditemani Reseller Bang Hendra sudah siap di pintu kedatangan. Kali ini Bandar Udara APT Pranoto lebih ramai.
Pesawat ekor hijau, biru dan merah terlihat parkir di apron. Banyak penumpang dari Bontang, Sangatta, yang memilih bandara Samarinda untuk aktifitas penerbangan. Sementara Bandara Sepinggan Balikpapan, belakangan agak lengang terkena dampaknya.
Esok pagi pukul 08.00 wit, Pak Husein menjemput di hotel Mesra tempat saya menginap. Ini salah satu hotel yang cukup tua. H. Ojie sempat menanyakan ke bagian marketing hotel, harga sewa ruang meeting. Ini untuk informasi awal jika nanti akan mengadakan seminar budidaya walet di Samarinda.
Pagi itu kami meluncur ke Separi. Lalu lintas dalam kota mulai padat. Sekitar 1 jam menuju lokasi di Tenggarong Seberang. Sebagian jalan sudah di cor, namun lebih banyak yang rusak.
Mobil terus melaju hingga sampai simpang tiga. Ada Rambu besar bertuliskan arah. Belok kiri arah Muara Kaman, belok kanan arah Separi. Pak Husein membelokan roda mobil ke kanan menuju gedung walet.
Gedung ukuran 16 m x 16 m, tinggi 3 berdiri permanen di tepi areal persawahan. Banyak burung walet menyambar serangga kecil yang beterbangan di areal itu.
Saya didamping H. Ojie dan Bang Hendra. Senter menyorot tumpukan kotoran burung walet di lantai. Perkembangan sudah lebih baik dari bulan sebelumnya.
Apa sebab?
Karena letak void sudah diajukan persis di bawah LMB ( lubang masuk burung). Posisi lubang terjun atau void sudah dipindah. Sehingga Akses masuk walet ke nesting room ke semua lantai lebih mudah.
Jarak antara LMB dengan void yang dekat, akan cepat dilihat burung walet. Ukuran void 4 m X 4 m, juga sangat memudahkan walet usia muda turun ke lantai bawah dan masuk ke dalam ruang inap.
Sebelumnya, pak Husein agak keberatan mendengar saran saya, agar menjebol dak lantai cor yang tebal untuk membuat void baru. Setelah berjalan sekian bulan namun tetap tidak ada perkembangan positif, akhirnya beliau bersedia merubah letak void, sesuai yang saya sarankan.
Hasilnya positif. Koloni burung walet sekarang langsung masuk ke ruang inap. Sebelumnya hanya masuk-keluar LMB berulang-ulang.
Sebab benar, hasil benar.