Awal bulan Ramadhan 1430 H ini saya lalui di negeri Jiran Malaysia. Saya mencari hotel yang menyediakan fasilitas makan sahur. Dapat hotel yang tak jauh dari kantor MARA (Majelis Amanat Rakyat) pusat kota Kuala Lumpur. Sedih juga rasanya tak bisa taraweh bersama di surau di kampung halaman, sambil melihat anak-anak belia ke masjid dengan sarung dikalungkan di bahu.
Di TV Malaysia tidak “bergairah” mensyiarkan acara Ramadhan sebagaimana TV Indonesia. Waktu buka puasa hanya ditandai dengan azdan magrib, sekitar pukul 19.30 WIB. Acara sahur di TV juga tak meriah. Tak ada informasi kapan waktu imsya’ datang. Channel TV 3 hanya menyajikan kalam Ilahi dengan Qori’ah yang tidak menarik – monoton. Sampai pukul 06.00 waktu setempat, saya tunggu, adzan subuh di TV juga tak berkumandang. Untuk soal intertain, tampaknya memang TV Indonesia lebih jago. Beberapa sinetron dan musik Indonesia banyak muncul di layar kaca negeri Jiran ini.
Kedatangan saya ke Malaysia atas undangan beberapa teman. Mereka meminta saya untuk menjadi konsultan beberapa gedung walet , baik yang sudah dibangun tapi tetap kosong, maupun yang masih persiapan lahan.
Di Malaysia, salah satu lokasi yang datangi, yakni Kuala Krei. Kota kecil ini berjarak sekitar 400 km dari Kuala Lumpur. Kuala Krei masuk wilayah Kelantan. Apa yang menarik dari Kuala Krei? Tentang burung waletnya, bagi saya, sama dengan fenomena di Kuala Pambuang, Kuala Tungkal juga Kuala enok.
KUALA KREI.
Kuala Krei, mungkin setingkat ibu kota kabupaten di negeri Kelantan. Saya bersama Mr Dhani Chua berangkat subuh. Sekitar 4 jam kemudian baru nyampe lokasi, dengan perjalanan yang berkelok-kelok. Untung jalanan mulus dan tak banyak mobil seperti di Indonesia yang sering terjebak “jemp” serta padat merayap. Masuk kota Kuala Krei, sudah terdengar bunyi suara CD pemanggil walet. Banyak bangunan ruko disulap menjadi gedung walet. Dari jauh nampak pintu masuk walet dengan ukuran cukup lebar sekitar 1 m X 2 m. Menurut informasi, di Kuala Krei sekarang ini tercatat sekitar 1000 gedung walet. Hanya 30 % yang lumayan produktif. Gedung yang lainnya, populasi waletnya kurang menggembirakan. Herannya, masih saja banyak orang yang membangun gedung walet di dalam kota itu.
Kepada Mr Dhani saya sarankan untuk tidak membangun gedung walet di dalam kota. Jika dipaksakan, maka akan menyesal. Logikanya, yang 70 % gedung walet yang sudah ada tidak produktif, kenapa mau bikin lagi? Maka, lelaki paruh baya yang suka ngebut ini, telah menyiapkan lahan seluas 3 ha, di pinggiran kota untuk dibangun sedikitnya 20 gedung walet paket hemat. Teman kongsinya, Mr Andi, saat ketemu di kota kecil Bentong, meminta dengan ikhlas agar saya sedia membimbing dalam proyek ini.
KUALA PAMBUANG
Kuala Pambuang adalah kota kecil yang bisa ditempuh 5 jam perjalanan darat dari Sampit – Kalimantan Tengah. Saya beberapa kali ke kota yang terisolir ini. Terisolir karena sering terhambat oleh rusak-parahnya jalur darat yang menghubungkan Sampit-Kuala Pembuang. Jika musim hujan tiba, ban mobil harus diikat rantai biar bisa jalan. Uh parah sekali !!!. Teman saya Hupe, sekitar tahun 2003 memulai membangun gedung walet di saat orang lain belum banyak membangun. Pada tahun itu hanya sekitar 5 gedung walet saja yang telah berdiri. Sekarang, 6 tahun kemudian, sudah berdiri ratusan gedung walet di Kuala Pambuang. Sebagai pemain awal, dengan kondisi gedung yang tertata sesuai iklim mikro yang dikehendaki walet, maka wajar jika Hupe kini tetap menjadi pemain walet Number One di Kuala Pambuang.
KUALA TUNGKAL
Kondisi yang sama juga terlihat di Kuala Tungkal. Untuk menuju kota ini, butuh waktu 3 jam perjalanan dari jambi. Memasuki kota yang dulu sangat ramai orang transit dari Batam, pemandangan sebagai “kota walet” sangat mencolok. Gedung bertingkat 5 sampai 6 berjajar di mulut kota. Suara mencicit dari CD yang dibunyikan lumayan keras sudah tidak lagi mengganggu telinga karena orang sudah terbiasa. Saya beberapa kali ke Kuala Tungkal membantu Andrei, warga Surabaya yang “terjebak walet” di Kuala Tungkal. Untung, gedungnya yang berukuran 8 m X 18 m, tinggi 3 lantai, masih bisa diselamatkan. Sampai saat ini, lebih dari 1000 gedung walet berdiri di kota yang sekarang sepi dari geliat bisnis ini. Seperti di sentra walet lain, dari sebanyak itu, hanya 30 % saja gedung walet yang produktif. Selebihnya hanya isi 100 sd 200 sarang saja.
KUALA ENOK.
Kuala Enok adalah sentra walet yang sudah cukup lama. Untuk ke lokasi ini dapat di tempuh 2 jam perjalanan laut dengan speedboat dari Kuala Tungkal. Teman saya Atong menikmati hasil panen sarang walet dari rumah papan yang selama ini dia tinggali bersama ortunya. Pria berkacamata minus yang pernah kuliah di UGM Yogyakarta ini, menjual hasil panen puluhan kg sarang walet per 3 bulan ke Jambi. Ratusan gedung walet berdiri di Kuala Enok. Tidak sedikit juga yang mulai merasa telah terjebak di dalamnya.
Kesimpulannya: untuk memilih lokasi budidaya walet harus cermat dan seksama. Jangan terpesona karena banyaknya gedung walet di sebuah daerah, lalu anda ikut tergiur membangun juga. Hitung dengan matang populasi walet di tempat itu dengan persaingan gedung yang semakin padat. Anda perlu bertanya masih rasionalkah membangun gedung walet di lokasi tersebut?
Sebelum pulang ke Indonesia ada kejadian menarik. Ada tamu dari Terengganu menjumpai saya di Hotel. Dia menunjukkan 2 keping CD suara walet yang menurutnya sangat bagus, produksi terbaru di Malaysia. Maksud dia, mau barter dengan CD produksi saya. Saya lihat label CD tersebut, memang tertulis produksi Malaysia th 2009. Untuk meyakinkan saya, tamu tersebut membawa CD player kecil berikut 1 buah twiter. Secara bergantian 2 CD dibunyikan. Mendengar suaranya, sontak saya kaget . Sebab ternyata CD yang berlabel produk Malaysia ternyata produk saya. Produk saya telah dibajak di Malaysia. Tamu tersebut akhirnya kaget juga setelah saya mengeluarkan master asli CD suara walet. Dia akhirnya mengakui kalau produk saya, bukan saja telah di copy, tapi juga di hilangkan hak karya kreatif saya.
Menjelang berangkat ke Bandara Sepang, salah seorang kawan telepon, kalau di Indonesia lagi ribut, soal lagu Indonesia raya yang syairnya diubah di Malaysia. Saya tidak terkejut. Saya jawab sekenanya, CD walet saya juga telah dirubah labelnya….. Capek dech…