Dari Parittiga kami berangkat menuju Penagan. Butuh waktu sekitar 2 jam perjalanan darat. Arloji tangan menunjukkan pukul 12 siang. Mobil melaju di aspal lumayan mulus namun ada beberapa bagian yang sedikit berlubang dan bergelombang. Di tengah perjalanan sempat diguyur hujan gerimis. Mobil terus melaju sampai pertigaan Petaling. Kemudian belok kiri menuju Penagan.
Menuju lokasi perkebunan kelapa sawit seluas 40 ha milik Suryadi, mobil harus melalui jalan tanah. Laju hanya 20 km/ jam. Kanan kiri terhampar perkebunan sawit yang rimbun. Juga terdapat pepohonan karet yang gersang.
Tak lama kami sampai lokasi. Sebuah gubuk kayu ukuran 8 x 8 berada di tengah kebun. Pria setengah baya menyambut kedatangan kami. Namanya Jamaludin, kakak kandung Suryadi. Kami istirahat di gubuk kayu dan disuguhi kopi serta kue.
Jam tangan menunjukkan pukul 14.00 siang. Tampak di langit puluhan burung walet terbang keliling mengitari pohon petai dan akasia.
Suryadi adalah member duniawalet asal dari Sungai Sombor Palembang kelahiran Bangka. Saya pernah ke lokasi gedung walet Suryadi di Sungai Somor. Sebuah desa yang terpencil. Bahkan jaringan internet belum menjangkau. Saat itu saya didampingi Bang Aang Kusnadi dan Mas Ari, naik speed. Berangkat dari dermaga Tulung Selapan speed melaju kencang menuju Sungai Lumpur. Selanjutnya menyebrangi selat Bangka. Gelombang air laut tidak terlalu keras sehingga perjalanan cukup menyenangkan. Butuh waktu tempuh 3.5 jam untuk sampai lokasi.
Suryadi telah memiliki 2 unit gedung walet di lokasi tersebut. Ukuranya 8 m x 12 m tinggi 4 lantai. Alhamdulillah hasilnya sudah mulai menggembirakan. Nah kali ini Suryadi akan membangun gedung walet yang ke tiga di pulau Bangka tepatnya di tengah perkebunan sawit miliknya di Penagan kec. Mendo Barat
Agar tak salah pilih lokasi maka saya diminta untuk mengecek apakah lokasi tersebut masih prospek.
Sebelum memasuki lokasi kebun, mobil melewati jalan kecil. Di sisi jalan ada objek yang mencuri perhatian saya. Yaitu sebuah bangunan kecil ukuran 4 m x 6 m dengan tinggi hanya dua lantai. Saya lihat dindingnya dari susunan batako berplester semen. Atapnya asbes. Beberapa burung walet tampak terbang masuk ke gedung melalui LMB ukuran 40 cm x 60 cm. Menurut Suryadi, gedung walet sederhana itu berdiri tunggal tanpa ada saingan, dan dibangun baru 1 tahun lalu dan sudah. Di dalamnya sudah ada 30 sarang.

+: ” Mengapa burung walet mau menghuni gedung kecil dan sederhana itu?” tanya Suryadi
-: ” Karena disini merupakan lokasi yang tersedia banyak pakan berupa serangga kecil di perkebunan sawit. Burung walet butuh tempat tinggal yang dekat dengan lokasi pakan. Maka biarpun itu gedung sederhana, walet akan menempatinya. “
Untuk menyakinkan apakah lokasi perkebunan sawit banyak populasi burung walet, Suryadi membunyikan suara cek lokasi dengan spiker aktif ukuran kecil yang digantungkan di tiang gubuk. Dalam hitungan detik puluhan burung walet langsung merespon suara tersebut. Padahal itu siang hari. Matahari sedang terik. Jika siang hari terdapat banyak burung walet apalagi pada sore hari. Tentu akan lebih banyak lagi. Ini artinya lokasi tersebut prospek.
Suryadi menduga ribuan burung walet yang mencari makan di areal perkebunan sawitnya itu berasal dari ratusan gedung walet Pangkalpinang. Naluri semua makhluk hidup, termasuk burung walet yaitu, akan mencari rumah tinggal yang dekat dengan lokasi mencari makan. Jika di lokasi pakan ini didirikan gedung walet, maka peluang keberhasilanya akan besar.
Dalam diskusi siang itu, Jamaludin menambahkan di Kota Kapur banyak terdapat burung walet. Itu tampak saat dilakukan cek lokasi. Sampai saat ini belum ada orang membangun gedung walet di lokasi yang terdapat prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya itu.
Tugas hari itu selesai. Kamipun meluncur ke kota Pangkalpinang untuk istrahat. Sehabis shalat magrib, kami menikmati kuliner Mie Bangka. Rasanya memang sedap dengan kuah ikan tengiri.