Sekitar tahun 80an, Budidaya burung walet mulai berkembang di Jawa. Caranya masih tradisional. Bukan memanggil burung walet menggunakan suara. Melainkan menetaskan telur walet melalui jasa burung seriti.
Burung seriti bersarang di rumah joglo di desa banyak dijual. Harganya ratusan juta. Semakin banyak sarangnya harga tambah selangit. Sebab di dalamnya tersimpan potensi bisnis mahal. Saat itu ilmu budidaya walet masih dirahasiakan. Masih ditutup-tutupi. Ternak burung walet sangat sulit, katanya.
Rumah joglo direhab menjadi gedung walet. Kondisi suhu dan kelembapan sesuai habitat burung walet. Induk seriti banyak berjasa mengerami telur walet dan memelihara anak walet hingga bisa terbang. Trus telur burung seriti dikemanain? Biasanya dibuang. Karena tak ada guna lagi.
Dalam perkembanganya terdapat 2 jenis burung dalam gedung tersebut. Burung seriti bersarang di tempat agak terang dengan kelembapan rendah. Burung walet bersarang di ruang agak gelap dengan kelembapan tinggi.
Gedung walet dibangun berdinding tebal. Agar aman dari kemungkinan dijebol maling. Juga agar suhu dan kelembapan terjaga dengan baik. Papan sirip dari jenis kayu jati. Agar tahan lama dan tidak terserang jamur atau rayap. Apabila papan sirip kasar, burung walet bisa hinggap dan bersarang. Bagaimana jika papan jati halus dan licin? Maka dilapis dengan anyaman bambu atau besek. Biar kasar. Agar burung walet mudah hinggap dan membuat sarang. Banyak petani walet menggunakan sebagai lapisan papan sirip. Sebab dinilai praktis dan mudah pemasanganya. Tidak sulit diperoleh. Harganyapun tidak mahal.
Jadi kalau sekarang banyak petani walet yang melapis papan sirip dengan anyaman bambu atau memasang besek kotak, itu ilmu warisan yang sudah dipraktekan sejak jaman tahun 80an.
Problem besek bambu yaitu, jika bahannya dari bambu muda, bukan bambu tua, akan cepat berjamur. Ini yang repot. Harus dilepas lagi. Harus dijemur matahari. Sebab burung walet memilih bersarang di media yang kering. Tidak mau bersarang di tempat yang berjamur.
Apakah tidak ada hama?
Ini juga problem. Kutubusuk atau kepinding bisa bersarang di dalam lipatan besek. Binatang yang baunya busuk itu makanan utamanya adalah darah segar induk dan anak walet. Kutubusuk akan berkembang biak subur di dalam anyaman besek bambu. Selain kepinding, hama semut merah juga aman bersembunyi di besek. Semut merah membahayakan anak walet yang baru menetas. Sering kejadian rombongan semut merah menggigit lalu membawa pelan anak walet yang tidak berdaya keluar dari sarang. Kasihan melihatnya.
Masih ada lagi hama yaitu tengau. Binatang lembut ini bersembunyi di sela-sela bulu induk walet. Menghisap darah segar baik induk maupun anak walet. Tengau akan bersembunyi di besek bambu.
Selain binatang penghisap darah, ada binatang kecoak yang memanfaatkan lapisan besek untuk tempat persembunyianya sekaligus tempat berkembang biak. Binatang ini menggerogoti sarang sampai berlubang.