Dalam budidaya walet ada istilah lubang naga atau liang naga yaitu bangunan gedung walet dengan posisi LMB ( lubang masuk burung) berada di dak atas menghadap langit, tidak seperti LMB umumnya yang menghadap samping.
Jika langit hujan, maka air akan masuk ke kolam dasar gedung tersebut. Begitupun sinar matahari siang akan membuat void terang benderang. Oleh karena itu penting mengatur desain serta tata ruangnya.
Gedung walet yang menggunakan model LMB dari atas ini sekarang bukan hanya banyak menjamur di berbagai daerah di Indonesia, namun juga di Vietnam selatan antara lain di Go Cong. Gaya masuk burung terlihat unik yaitu, berputar putar berkerumun lalu terjun menukik dengan kecepatan tinggi masuk LMB liang naga.
Sebenarnya gaya walet menukik saat masuk “LMB” itu sudah terjadi pada gua walet. Saat saya menangani gua walet di pantai selatan Kebumen Jawa Tengah, terdapat lubang menyerupai sumur dengan diameter sekitar 8 meter dengan kedalaman gua sekitar 50 meter, di dalamnya terdapat rongga yang cukup luas itu banyak walet bersarang pada dinding bebatuan.
Seperti kita ketahui sepanjang pantai selatan pulau Jawa dibentengi dinding kokoh berupa karang terjal. Seolah sebagai pengaman ombak besar laut China Selatan.
Di perbukitan karang terjal itu terdapat beberapa gua. Ada yang mulut gua menghadap laut ada juga mulut gua menghadap ke langit menyerupai lubang sumur dengan ukuran lebar. Penduduk setempat menyebut gua sumur.
Sebagian gua itu dihuni burung walet. Saat sore menjelang gelap rombongan walet terjun cepat bagai anak peluru masuk ke dalam gua sumur.
Namun beberapa gua sumur kosong tanpa dihuni burung walet. Karena indahnya pemandangan dalam gua sumur itu, justru menjadi objek wisata. Salah satunya Gua Jomblang Gunung Kidul Jogjakarta yang menjadi daftar kunjungan fotografer.
Penghobi motret ini harus turun masuk ke rongga dasar gua agar mendapatkan hasil jepretan yang keren, apalagi saat bias cahaya matahari masuk melalui lubang sumur menembus dasar gua. Namun tanggal 29 November 2017 kemarin Dinas Pariwisata setempat menutup sementara Gua Jomblang ini karena meluapnya sungai bawah tanah sehingga membahayakan wisatawan.
Pagi tgl 10 Maret kemarin saya jumpa member lama di Batulicin Kalsel. Namanya Ko Minciang. Sekitar 6 tahun lalu saya bantu bedah gedungnya di atas ruko yang berada di depan pasar tradisional Batulicin.
Di meja tokonya saya memberi konsultasi desain lubang naga yang akan dibangun di belakang tokonya berdekatan dengan gedung lama yang sudah produktif.
Acara konsultasi bersambung tinjauan ke lokasi gedung walet desain lubang naga milik beliau yang berada di Pagatan-Kalsel.
Mobil melaju di jalan aspal mulus. Saya manfaatkan untuk tidur meski sekejap.
” Sudah 4 tahun usia gedung ini pak Arief. Tapi produksinya tidak maksimal. Masih lambat perkembanganya”, jelas Minciang sesampai di lokasi.
Saya masuk gedung didampingi Bang Topan dan mas Lutfi. Saya periksa tiap lantai, hingga lantai ke 6 lantai paling atas. Saya memberi beberapa catatan penting untuk dibenahi. Salah satunya yaitu posisi serta pintu nesting room yang tidak tepat sehingga menyulitkan walet masuk ke dalam ruang.
Ko Minciang mencatat perubahan tata ruang yang saya sarankan. Dengan perubahan ini insyaallah perkembangan populasi akan bertambah lebih baik dari sebelumnya.
Pada tgl 3 maret lalu saya juga diminta sobat saya pak Edy untuk menganalisa kasus gedung lubang naga miliknya yang kurang produktif di Kumai Kalimantan Tengah. Gedungnya terletak di sekitar pasar dengan tinggi 8 lantai.
Hanya 4 lantai saja yang ada sarang waletnya, sementara 4 lantai lainya bercak kotoran tampak kering pertanda walet pindah kamar lain.
” Pak Arief, apanya yang kurang tepat gedung walet saya ini ? ” tanya pak Edy.
Gedung pak Edy ini ukuran 12 x 12 m dengan void tidak luas. Saya masuk gedung didampingi tim Duniawalet Kalteng yaitu Mas Widodo, Mas Taufik, Bang Aang (Agen Palembang), juga Bang Ilham (Agen Nunukan). Menurut saya void dengan space tidak luas membuat putaran walet agak repot. Menambah lebar void sangat tidak mungkin karena gedung permanen. Solusinya adalah mengatur ulang tata ruang agar ruang putar walet menjadi lebih leluasa.
Bulan Februari lalu, problem gedung walet liang naga juga dialami pak H. Asad. Lokasi gedungnya di Bisma dengan back ground perkebunan sawit yang luas, tidak jauh dari Kerengpangi. Ukuran gedung 15 x 8 m tinggi 5 lantai.
Saya ke lokasi didampingi mas Budi sub agen duniawalet Kerengpangi. Problemnya tidak lain pada ukuran LMB liang naga yg relatif sempit yaitu 2 x 2 m.
Perlu saya jelaskan disini berkaitan dengan gerakan masuk walet dalam gedung, jika LMB hadap langit atau lubang naga, dengan ukuran 2 x 2 m itu termasuk sempit. Bagi walet terbang menukik agak sulit. Inilah mengapa banyak walet yang putar putar berkerumun di atas LMB lubang naga, sebelum menukik. Walet perlu konsentrasi dan keberanian untuk turun memasuki lubang tersebut.
Namun jika LMB menghadap samping, ukuran 2 x 2 m sudah sangat lebar. Ini berkaitan dengan posisi terbang walet yang mendatar. Walet sangat mudah masuk LMB samping ini, dan walet tidak kawatir tubuhnya membentar bibir LMB sebab lubang amat lebar.
Banyak gedung walet lubang naga yang sukses. Namun tidak sedikit yang kurang produktif disebabkan faktor kesulitan masuk pada LMB dan faktor kesulitan terbang ber putar di voidnya. Salam hormat.