Senin 22 januari siang kemarin saya menikmati perjalanan darat dari Sintang menuju Jongkong. Jongkong adalah kota kecamatan dipinggiran sungai Kapuas. Kami melewati Tepuai, tak lama kemudian masuk simpang Adong. Jalan aspal mulus berganti jalan tanah yang berlubang. Siang itu cuaca cerah. Langit biru. “Jongkong ada singkatan pak Arief. Mungkin agar mudah menyebutnya dengan kalimat yang tidak panjang, ” kata mas Yuli driver yang mengantar kami pada trip hari itu.
” Jongkong pasar disingkat Jopa. Jongkong wilayah kiri hilir disingkat Joki. Jika ke wilayah hulu orang sini menyebutnya Joka yaitu Jongkong kanan.”
Mobil terus berjalan bergoyang-goyang memilih jalan yang tidak berlubang dalam. Sebelum masuk Jopa sebelah kiri jalan ada pemandangan yang bagus untuk dipotret. Yaitu kompleks gedung walet yang berjejal. diperkirakan tak kurang berdiri 200 gedung walet dengan model hampir sama yaitu 99 % pakai rumah monyet dengan bangunan semi permanen.
Menurut mas Yuli dari ratusan gedung walet di Jongkong ini hanya 25 % yg lumayan berisi sarang walet. Sementara yang 75 % lainnya kurang produktif, malah ada yang gagal karena jumlah sarang hanya hitungan jari saja.
Di Jongkong kami mengecek lokasi yang akan dibangun sebuah gedung walet. Lokasinya disebrang sungai Kapuas. Bangunan nanti akan berdiri dengan tinggi 4 lantai. Disekitarnya terdapat kolam luas untuk budidaya ikan arwana.
Selesai tugas siang itu kami melanjutkan perjalanan ke Putussibau. Sebuah kota kecil dimana 2 tahun lalu saya pernah mengadakan seminar budidaya walet. Jam menunjukkan angka 3 sore. Mata mulai berat tak mau diajak kompromi.
Mobil terus merayap, akhirnya ketemu aspal halus. Pedal gas mulai ditekan. Mobil melaju kencang. Jalanan sepi. Kaca mulai diterpa butiran gerimis. Mas Yuli membuka jendela. Asap rokok mulai mengepul mengusir jenuh dan kantuk.
Saya membuka diskusi kecil mengisi suasana dalam mobil yang mulai agak dingin. Membahas ulang kompleks walet Jongkong.
” Apa sebabnya banyak gedung yang lambat berkembang atau kurang produktif?”
Mas Yuli menyahut
” Menurut saya karena desain gedung yang kurang benar. Bangunannya hampir seragam semua pakai rumah monyet”.
” Memang kenapa kalau gedung walet pakai rumah monyet?” pancing saya..
Bang Kartawirawan Agen duniawalet di Kalbar yang duduk di jok tengah mulai ikut ambil bagian.
” Rumah monyet bikin walet sulit untuk manuver dan masuk lantas turun ke void. Apalagi ukuran rumah monyetnya sempit, otomatis walet akan kesulitan manuver di rooving room. Karena itu desain gedung yang pakai rumah monyet menurut saya kurang efektif terbukti banyak gedung yang lambat perkembanganya. Kebanyakan petani walet asal bangun saja tanpa dasar pemahaman yang benar dalam budidaya walet. Bahkan desain bangunan diserahkan ke tukang. Pemilik gedung gak mau tau, yang penting mereka punya gedung walet. Yang lebih parah ada beberapa rumah monyet yang hanya seluas 1.5 mtr x 2 mter saja. Ini jelas menyulitkan burung walet untuk masuk ke dalam”. Jelas Bang Karta serius.
” Selain masalah itu, apalagi problemnya?”.
“Problem yang lain yaitu soal suhu panas dalam gedung. Bangunan dinding seng atau asbes akan membuat suhu panas dan bikin tidak betah burung walet menginap. Tidak sedikit kotoran yang semula menumpuk dilantai, sebulan kemudian mengering. Itu tanda walet yang sudah menginap, pergi pindah gedung akibat suhu yang tidak kondusif.” mas Yuli ikut menyimak jawaban Bang Karta.
” Misalnya kita berada di dalam sebuah gedung walet yang suhu didalamnya terasa panas, bagaimana cara sederhana mencari penyebab kenapa suhu gedung itu tinggi?”
Suasana hening. Ac mobil mulai dikecilkan karena mulai dingin. Mobil terus melaju. ” Saya nyimak aja pak Arief”, sahut mas Taufik Sub Agen Kalbar yang duduk sebelah Bang Karta.
Kali ini giliran saya menjelaskan. ” Ada hal yang harus diperhatikan misalnya dinding gedung dari batako. Apabila suhu tinggi dalam gedung, coba letakkan telapak tangan di dinding bagian dalam. Jika terasa hangat maka, itulah penyebabnya yaitu panas matahari yang mengenai dinding luar, tembus hingga ke dalam.
Selain pada dinding, coba letakkan telapak tangan di plafon lantai atas, jika terasa hangat maka itu disebabkan panas dari atap tembus ke plafon.”
” Bagaimana solusinya pak?”
“Pada bagian dinding luar silahkan di cat warna putih. Warna putih akan menolak panas matahari, apalagi jika menggunakan cat yang berkualitas.”
“Banyak kita lihat bangunan walet dipasang waring atau paranet. Apakah itu efektif?”.
” Bisa juga hal itu dilakukan, namun jangan lupa perhatikan sirkulasi udara agar bisa masuk di lubang ventilasi gedung.”
Bang Karta mulai bertanya :
” Bagaimana dengan suhu agak panas dilantai atas?
“Agar panas dari atap tidak tembus, bisa dipasang gabus tebal 5 cm pada bagian atas plafon. Jika mau ditambah papan di atas gabus tersebut, itu akan lebih bagus. Itu sebagai cara penghalang agar panas tidak tembus ke bawah yang menyebabkan lantai atas suhunya tinggi”.
Driver mulai menguap. Tidak terasa diskusi ringan dalam mobil itu berlangsung cukup lama. Mobil mulai memasuki kota Putussibau. Hujan mulai mengguyur bumi. Alhamdulillah.