Pak Arief ijinkan saya bertanya, mengapa ada anak walet mati di sarang? Tanya seorang alumni seminar di Melak Kaltim ke BB saya. Foto bangkai anak walet dikirim juga. Saya amati dengan seksama. Kematian anak walet bukan karena seleksi alam, misalnya sakit atau kurang makan. Melainkan kematian karena kecelakaan. Kasus ini beberapa kali saya jumpai, baik di gedung ukuran besar, apalagi gedung yang ukuran kecil. Baik pada populasi yang sudah padat, maupun populasi yang sedang berkembang.
Saya menyebutnya kasus kematian anak walet ini karena kecelakaan disebabkan kondisi sarang walet yang tidak utuh alias berlubang atau retak. Kematian itu terjadi karena leher anak walet terjepit sarang, atau salah satu kaki anak walet terjerat atau terperosok pada sarang berlubang.
Seperti kita pahami bersama, walet adalah burung yang membikin sarangnya dengan cara mengeluarkan air liur. Walet membangun sarangnya sebagai proses alamiah saat menjelang berkembang biak. Bentuk sarang walet sangat dipengaruhi oleh kondisi kelembapan di dalam gedung.
Jika gedung tersebut kelembapan memenuhi syarat, maka bentuk sarang waletpun utuh sempurna dengan daging sarang yang tebal. Sebaliknya, jika kondisi gedung kelembapannya kurang, maka bentuk sarang waletpun tidak sempurna, misalnya keriting, atau berukuran kecil, dengan daging sarang yang tipis.
Sarang yang tipis sangat mudah retak ketika ada beban di sarang itu yaitu adanya telur atau anak walet. Awalnya mungkin retak sedikit, namun akibat gerak anak walet tiap saat terutama saat berebut minta makan induknya, maka semakin hari retaknya semakin besar. Sarang yang rusak inilah yang menyebabkan terjadinya kecelakaan bagi anak walet yang berujung kematian.
Misalnya kasus kaki anak walet yang terjepit diantara retaknya sarang dan tidak bisa meloloskan diri. Anak walet yang menderita itu semakin lama semakin lelah dan akhirnya habis energinya. Saat induk datang untuk menyuapi, hanya anak walet yang tidak terjerat saja yang terus tersuplai makanan. Yang sehat semakin sehat yang lemah semakin lunglai dan akhirnya tewas.
Kenapa bangkai anak walet itu tetap ada di sarang? Mungkin induknya sudah berusaha untuk membuangnya ke lantai, namun kesulitan. Lama lama bangkai itu kering dan tetap berada disarangnya.
Pada kasus yang lain, sarang berlubang karena digerogoti kecoa. Binatang berbulu coklat ini memang musuh petani walet. Induk kecoa berbiak cepat sekali, bertelur hingga ratusan jumlahnya. Kecoa bersembunyi di tempat lembab dan sudut yang terlindung, sebagian juga berbiak di sela papan sirip. Hama ini memang harus dibasmi agar tidak terus berbiak semakin banyak. Jika dibiarkan tentu saja sarang walet menjadi sasaran empuk dimakan kecoa. Kecoa hanya bisa memakan daging sarang yang tipis saja. Sehingga sarang akan rusak berlubang. Sarang berlubang ini menjadi jebakan bagi kaki anak walet.
Suatu hari saya ikut membantu panen sarang di sebuah gedung walet yang padat populasi di daerah Sampit. Sore harinya hasil panen digelar diatas terpal diangin-anginkan sambil dilakukan seleksi. Beberapa sarang yang “aneh” dipisahkan. Saya mengamati ada beberapa bangkai anak walet mati di sarang. Juga telur walet utuh yang sudah hitam yang terjerat dalam daging sarang.
Pada gedung walet yang dibiarkan tidak dipanen selama 2 tahun, akan banyak terdapat sarang berlapis, istilahnya yaitu sarang bakpao. Sarang ini dipakai hingga beberapa kali oleh induk walet dan terdiri dari beberapa lapisan sarang. Sarang bakpo memang lebih besar ukurannya, warnanya kuning karena lama tidak dipanen dan pada bagian tengahnya keropos karena sudah kadaluarsa.
Sarang bakpao ini sering menyebabkan kasus kecelakaan. Kadang telur walet atau kaki anak walet terperosok dalam sarang keropos. Kenapa bagian tengah sarang keropos? Karena induk walet hanya mengoles bagian dinding saja di saat mau berbiak lagi, sementara bagian tengahnya kadang lalai tidak diperbaiki. Perilaku ini juga terjadi pada walet yang bertelur di sarang imitasi. Hanya bagian dindingnya saja yang terdapat olesan liur.
Jadi bagaimana agar tidak lagi terjadi kasus kecelakaan yang menyebabkan kematian anak walet? Aturlah tingkat kelembapan gedung memenuhi syarat, yaitu 70 % sd 95 %. Ini agar bentuk sarang maupun ketebalan daging sarang bagus sehingga menjadi tempat yang aman untuk berbiak.
Hama berupa kecoa harus dibasmi sehingga tidak menjadi perusak kualitas sarang. Sarang bakpao juga sebaiknya segera dipanen, agar walet membangun sarang secara utuh dan tentu saja aman bagi perkembangan populasi walet itu sendiri.